Rabu, 28 Maret 2012

[Koran-Digital] EDITORIAL Kebrutalan Polisi

Mereka juga bukan binatang buas yang harus diberondong dengan cara brutal dan suka-suka."

KEBRUTALAN kem kembali ditunjukkan polisi saat mengamankan unjuk rasa yang dilakukan anak bangsa. Dengan pentu bersenjatakan pentungan, tameng, water cannon, dan gas air mata, polisi meny menyiksa demonstran yang berniat menyalurkan aspirasi.

Salah satu yang papaling sadis terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (27/3) (27/3). Dalam insiden itu, seorang demonstran terjatuh ke dalam go got ketika lari dikejar polisi. Demonstran yang sudah tidak be berdaya itu terus dipukuli sejumlah petugas dengan menggun menggunakan tongkat. Ketika demonstran lain mencoba l b melerai, i polisi tidak peduli dan terus saja menganiaya sang demonstran.

Polisi juga melakukan kekerasan terhadap wartawan.
Beberapa wartawan dipukuli polisi saat meliput bentrokan di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Kartu memori kamera wartawan televisi bahkan dirampas.

Secara umum, unjuk rasa menolak penaikan harga BBM masih dilakukan dalam batas-batas proporsional dan tidak mengacau. Namun, aparat kepolisian menghadapinya dengan kekerasan dan kekejaman. Demonstrasi atau unjuk rasa adalah hak warga negara. Setiap warga negara yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah berhak menyatakan sikap itu dan mengekspresikannya secara proporsional.
Konstitusi pun dengan jelas dan gamblang menjamin kebebasan berekspresi itu.

Tugas dan tanggung jawab polisilah untuk mengawal agar setiap demonstrasi di mana pun, kapan pun, oleh siapa pun dapat berjalan aman dan tertib. Menyiksa demonstran jelas pelanggaran hukum, bahkan pelanggaran HAM. Melakukan kekerasan terhadap wartawan serta merampas peralatan kerja pers jelas melanggar Undang-Undang Pers.

Bukan terhadap demonstran dan wartawan saja polisi bertindak brutal. Sebelumnya, polisi bertindak brutal terhadap anak bangsa ini yang berbuah amuk massa, seperti di Bima, NTB, atau Mesuji, Lampung.

Citra polisi yang terpuruk akibat kekerasan polisi terhadap masyarakat dalam kasus tersebut belum pulih. Jangan tambahi lagi antipati publik terhadap polisi.

Semestinya, ketika seorang anak bangsa sudah menyerah dan tidak berdaya, polisi harus memberinya perlindungan.
Warga harus menemukan rasa aman dan nyaman berada dalam perlindungan polisi, bukan sebaliknya malah menjadi bulan-bulanan dan dianiaya.

Kita prihatin karena polisi belum juga menemukan cara elegan menangani demonstrasi. Polisi masih saja menggunakan kekerasan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memastikan telah terjadi pelanggaran HAM dan penganiayaan dalam penanganan demonstrasi oleh polisi.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo harus mengusut tuntas dan menindak tegas petugas kepolisian yang bertindak represif, overacting, dan mengumbar kebrutalan dalam unjuk rasa itu.

Para pengunjuk rasa ialah anak bangsa, bukan musuh negara. Mereka juga bukan binatang buas yang harus diberondong dengan cara brutal dan suka-suka.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/29/ArticleHtmls/EDITORIAL-Kebrutalan-Polisi-29032012001024.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.