Senin, 09 April 2012

[Koran-Digital] DENNY INDRAYANA: Risiko Amanah Juang

Risiko Amanah Juang PDF Print
Tuesday, 10 April 2012
Amanah harus dimanfaatkan untuk ibadah. Amanah tidak boleh
disalahgunakan, apalagi dipertahankan, diberhalakan sebagai tujuan. Maka
itu, ketika berkesempatan mengemban amanah,niat harus diluruskan, hanya
untuk pengabdian, hanya untuk Indonesia yang lebih baik, hanya untuk
berbakti bagi negeri, hanya untuk ibadah kepada Ilahi Robbi.

Ketika mendapatkan amanah selaku wakil menteri hukum dan HAM,saya tahu
tantangan dan rintangannya semakin berat. Maka itu,saya membalas pesan
selamat yang masuk ke dalam telepon genggam dengan meminta doa,dan
bertekad bahwa saya akan mengakhiri amanah tersebut dengan integritas
terjaga, dengan kepala tegak. Sejak dipercaya masuk ke dalam lingkaran
pemerintahan, amanah dan tantangan saya memang tidak ringan.

Pertama, selaku staf khusus presiden bidang hukum,persoalan hukum tentu
sangat kompleks dan banyak lika-likunya.Kedua,selaku staf khusus
presiden bidang hukum, HAM,dan pemberantasan KKN.Pergesekan dan dinamika
semakin sering muncul. Masukan-masukan saya, utamanya yang terkait
dengan politik hukum antikorupsi, mau tidak mau,membuat zona nyaman
beberapa kalangan terusik.

Termasuk ketika Tim 8 (Tim Verifikasi Kasus Chandra Hamzah dan Bibit
Samad Rianto) dengan tegas merekomendasikan kasus kedua pimpinan KPK itu
tidak layak dilanjutkan. Masukan yang mematahkan keinginan beberapa
kepentingan yang ingin melemahkan KPK. Tugas bertambah berat ketika
Presiden membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum,dan saya
kembali mendapatkan amanah selaku sekretaris. Pergesekan dengan mafia
peradilan makin meruncing.

Dimulai dengan sidak yang menemukan sel mewah di Rumah Tahanan Pondok
Bambu,kasus Gayus Tambunan yang melibatkan mafia pajak kelas kakap,
kasus Sukandi Sukatma yang diduga dianiaya di Gedung Artha Graha, kasus
Vincentius yang terkait dugaan penggelapan pajak megaperusahaan
konglomerat, hingga soal dugaan rekening gendut perwira kelas berat
adalah deret panjang risiko atas amanah yang makin berat.

Beruntung, di bawah kepemimpinan Pak Kuntoro Mangkusubroto serta
soliditas Tim Satgas berbagai tantangan berat dari penanganan kasuskasus
kakap tersebut berhasil dilalui. Namun, amanah berat belum berhenti.
Presiden SBY kemudian memberikan tugas selaku wakil menteri hukum dan
HAM.Maka itu,mulailah perjalanan baru penuh tantangan di kementerian
yang rentang tugas pokok dan fungsinya sangatlah luas.

Satu kebijakan awal saya dengan Pak Menteri Amir Syamsudin adalah
mengetatkan pemberian hak-hak narapidana kasus luar biasa seperti
korupsi, teroris, dan bandar narkoba. Kebijakan itu langsung membangun
resistensi beberapa kalangan, dan sekali lagi mengganggu zona nyaman
beberapa kelompok kepentingan yang koruptif. Bagi kami, tidak ada
pilihan lain. Kebijakan antikorupsi harus terus didorong untuk Indonesia
yang lebih bermartabat dan lebih antikorupsi.

Belum selesai gesekan dengan persoalan mafia hukum dan korupsi, saya
mendapatkan amanah baru: memberantas maraknya peredaran narkoba di lapas
dan rutan. Per 6 Desember 2011 dibentuk Satuan Tugas Pemberantasan
Narkoba di lapas dan rutan. Bersama- sama dengan Pak Beny Mamoto dari
BNN, saya diminta menjadi ketua satgas. Babak baru pertarungan melawan
mafia narkoba dimulai.

Peperangan yang tentu tidak ringan dan bahkan menurut penilaian beberapa
kalangan jauh lebih rumit karena berhadapan langsung dengan pada
gangster narkoba. Bersama dengan Satgas Pemberantasan Narkoba, strategi
pembersihan narkoba dari rumah bersama Kemenkumham di lapas dan rutan
dilaksanakan. Sebenarnya program yang dilakukan bukan hanya sidak,
melainkan juga pembangunan sistem pencegahan dan rehabilitasi.Namun,
yang lebih seksi untuk diliput dan diberitakan memang adalah sidaknya.

Padahal saya mendedikasikan lebih dari separuh waktu untuk membenahi
sistem di pemasyarakatan seperti mengatasi masalah over kapasitas
hunian,peningkatan sumber daya manusia, dan upaya meningkatkan
kesejahteraan para petugas di lapangan. Namun, ikhtiar untuk terus
membenahi pemasyarakatan itu tidak cukup diketahui.Ketika yang muncul
adalah sidaksidak pemberantasan narkoba, saya memahami bahwa sebagian
pemasyarakatan menangkap pesan dan kesan yang keliru.

Itulah sebabnya ketika selesai sidak di Medan, Tanjunggusta, dan
Cipinang, Jakarta,hal pertama yang saya lakukan adalah mengumpulkan
kalapas dan karutan dan menjelaskan latar belakang ikhtiar perlunya
pembersihan narkoba di lapas dan rutan. Sangat jelas, tanpa kerja sama
dari luar dan dalam jajaran pemasyarakatan sendiri, upaya pemberantasan
narkoba akan semakin musykil dilakukan. Bahwasanya lapas atau rutan
menjadi sarang peredaran narkoba bukanlah lagi fakta yang bisa dibantah.

Tentu tidak semua lapas dan rutan mempunyai tingkat keseriusan yang
sama, namun ikhtiar serius pembersihan memang harus dilakukan. Persoalan
ini pun bukan tipikal khas Indonesia. Dalam konferensi PBB terkait
narkoba yang baru saja dilaksanakan, disadari persoalan yang sama
menjadi wabah di rata-rata belahan dunia. Di Meksiko dan Brasil misalnya
penindakan atas bandar yang menjadikan penjara sebagai benteng
pertahanannya bukan lagi dilakukan oleh aparat kepolisian, melainkan
sudah oleh kekuatan tentara.

Maka itu, upaya pemberantasan narkoba di lapas atau rutan harus terus
dilaksanakan. Tidak boleh ada pihak yang menghalangi kerja strategis dan
besar tersebut. Karena itu,dalam waktu dekat kerja sama dengan BNN yang
sempat dievaluasi akan kembali diaktifkan. Setiap kerja tentu harus
dibuka ruang untuk perbaikan. Namun, bukan berarti membatalkan, apalagi
menghentikan ikhtiar perang melawan bandar narkoba yang sudah dalam
tahap membahayakan ketahanan nasional kita sebagai bangsa.

Saya amat sadar amanah risiko yang sekarang saya emban semakin
berat.Paling tidak ada tiga kelompok yaitu mafia hukum, mafia korupsi,
mafia narkoba yang sedang menjadi lawan juang, terkadang secara
bersamaan.Ketiganya adalah trisula mafia yang sangat mematikan. Apalagi
ketiganya mempunyai modal kapital,modal kekuasaan, modal politik, dan
modal ancaman kekerasan yang nyaris tak berbatas. Namun, perjuangan
memang tidak boleh surut, tidak boleh mundur ke belakang.

Meskipun tidak punya modal politik, tidak berpartai, tidak juga punya
modal kapital, tetapi saya meyakini betul perjuangan ini mendapatkan
dukungan modal sosial yang sangat besar. Karena itu, ketiga trisula
mafia itu akan berhadapan langsung dengan tiga perjuangan utama: (1)
Perjuangan untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil,lebih antimafia
hukum; (2) Perjuangan untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersih,
lebih antikorupsi; dan (3) Perjuangan untuk menciptakan Indonesia yang
lebih sehat, lebih antinarkoba.

Saya yakin, perjuangan ini bukanlah pertarungan sendirian. Modal sosial
dan dukungan publik yang merindukan keadilan hukum tanpa mafia,
kebersihan pelayanan publik tanpa korupsi, serta kesehatan diri tanpa
bahaya narkoba menjadi modal juang yang tak pula berhingga besarnya.
Akhirnya, terima kasih banyak untuk semua dukungan yang terus mengalir,
yang berwujud dalam berbagai forum komunikasi, termasuk media sosial.

Semua menambah kekuatan untuk ikhlas menghadapi risiko amanah yang
semakin berat. Menambah stamina untuk terus berjuang bagi Indonesia yang
lebih baik.Doa and do the best.Keep on fighting for the better
Indonesia.● DENNY INDRAYANA Wakil Menteri Hukum dan HAM, Guru Besar
Hukum Tata Negara UGM

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/485089/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.