Senin, 09 April 2012

[Koran-Digital] TNI Jadi Alat Penguasa dan Pengusaha

Pembahasan RUU PKS begitu cepat dan terburu-buru. Hal itu menimbulkan indikasi adanya kepentingan perseorangan atau kelompok untuk tujuan tertentu.

KOALISI Masyarakat Sipil menolak penge sahan Rancangan Un dang-Undang Penanganan Konflik Sosial (RUU PKS) yang memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk mengerahkan TNI dalam menangani konfl ik sosial.

Koalisi menilai hal itu merupakan bentuk pengambilalihan kewenangan presiden.

“Pemberian kewenangan kepada kepala daerah secara prinsipiil tidak sejalan dengan semangat konstitusi dan

bertentangan dengan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.

UU itu menegaskan bahwa kewenangan pengerahan TNI ada di tangan presiden,” jelas Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma dalam diskusi bertajuk Petisi Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan UU Penanganan Konfl ik Sosial di Kantor YLBHI, Jakarta, kemarin.

Dia menilai fungsi pertahanan seharusnya bersifat terpusat dan tidak didesentralisasi kepada daerah. Dengan demikian seharusnya kepala

daerah tidak memiliki kewenangan mengerahkan TNI meskipun untuk menangani konfl ik di wilayahnya.

Menurut Alvon, definisi konfl ik sosial dalam RUU PKS sangat luas dan multitafsir. Kepala daerah bisa meredam aksi kelompok petani, buruh, dan mahasiswa yang menyuarakan hak mereka melalui kekuatan TNI hanya dengan mengatasnamakan penanganan konflik sosial. TNI juga bisa menjadi alat kepala daerah dalam kepentingan politik.

Direktur Walhi Bary Nahdian Furqon menyebutkan Koa

lisi Masyarakat Sipil Menolak Pengesahan RUU PKS karena menganggap RUU itu juga bertujuan mempermudah proses investasi di Indonesia tanpa melihat adanya penolakan dari warga lokal.

RUU PKS membuat kepala daerah bisa mengerahkan kekuatan TNI dalam meredam konfl ik yang terjadi tanpa perlu proses pengadilan. Terutama yang berhubungan dengan sumber daya ekonomi, baik di bawah, isi, dan di atas tanah. Padahal sumber utama penghambat investasi di Indonesia ialah konfl ik sosial di masyarakat.

Kearifan lokal Mantan anggota Komnas HAM MM Billah menyebutkan konflik sosial di Indonesia pada dasarnya mudah diselesaikan dengan damai karena kearifan lokal yang dimiliki.

Namun, penyelesaian secara damai itu tidak bisa dilakukan dan konflik meledak karena ada tindakan provokator yang mencoba mengambil keuntungan dari perpecahan yang ada.

“Tidak perlu RUU PKS untuk menyelesaikan konflik sosial, apalagi dengan melibatkan TNI. Masyarakat Indonesia memiliki kerendahan hati dan kearifan lokal dalam menyelesaikan konflik,“ tegas Billah.

Dia melanjutkan, proses pembahasan RUU PKS yang tertutup dan tiba-tiba akan disahkan sarat kepentingan.
DPR tidak terlibat aktif dalam konsultasi publik, terutama untuk menjaring aspirasi dari masyarakat mengenai signifikansi RUU PKS di masyarakat.

“Sehingga muncul kecurigaan.
Ternyata RUU PKS memang materinya tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat sipil,“ tegas Billah. (*/P-4)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/10/ArticleHtmls/TNI-Jadi-Alat-Penguasa-dan-Pengusaha-10042012006012.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.