Wednesday, 18 April 2012
Setelah melalui proses politik secara maraton selama seminggu, sidang
paripurna DPR (31/3) akhirnya memutuskan pemerintah hanya diizinkan
untuk menaikkan/ menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jika dalam
kurun waktu enam bulan terjadi kenaikan/penurunan harga ICP 15% lebih
tinggi/ rendah dari yang diasumsikan dalam APBN.
Keputusan sidang paripurna tersebut sekaligus menggagalkan keinginan 
pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012. Karena 
harga ICP dalam APBN-P 2012 diasumsikan sebesar USD105 per 
barel,pemerintah harus menunda dan baru bisa menaikkan BBM bersubsidi 
ketika harga ICP secara rata-rata telah mencapai USD120,75 per barel.
Sayangnya,keputusan sidang paripurna DPR itu berpotensi menimbulkan 
beberapa permasalahan.Ketika harga ICP naik, tetapi belum menyentuh 
batas toleransi (USD120,75 per barel) belanja subsidi energi (BBM dan 
listrik) kemungkinan akan melampaui angka Rp320 triliun, jauh lebih 
tinggi dari yang dialokasikan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp230,4 triliun 
(BBM Rp137,4 triliun dan listrik Rp93 triliun).
Masalahnya,ketika belanja subsidi energi melonjak lebih tinggi dari yang 
semula ditargetkan, pemerintah hanya memiliki ruang gerak yang terbatas 
untuk menjaga sustainabilitas APBN. Pertama, mendorong defisit mendekati 
kisaran 3% dari PDB dengan konsekuensi pemerintah perlu menambah dan 
membuat komitmen utang baru.
Kedua, melanjutkan pemotongan anggaran di beberapa kementerian dan 
instansi pemerintah lainnya. Problemnya, langkah untuk melakukan 
pemotongan anggaran ini seringkali tidak hanya didasarkan pada 
pertimbangan efisiensi (ekonomi), tetapi juga bermuatan politis.
Ekspektasi Inflasi
Keputusan sidang paripurna DPR untuk menunda kenaikan harga BBM 
bersubsidi juga menurunkan kredibilitas pemerintah dalam mengelola 
perekonomian.Penurunan kredibilitas ini akan mendorong kenaikan risiko 
dan ketidakpastian yang kemudian akan meningkatkan motif spekulasi dan 
ekspektasi inflasi.
Misalnya, ket i d a k p a s t i a n kapan harga BBM akan mengalami 
kenaikan akan mendorongpihak-pihaktertentu menimbun BBM secara 
berlebihan yang kemudian mengurangi pasokan BBM di pasaran. Akibatnya, 
masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan BBM atau kalaupun 
mendapatkan,mereka harus membelinya dengan harga yang lebih mahal dari 
harga normal.
Kesulitan masyarakat untuk mendapatkan BBM, seperti sedang dialami 
masyarakat Jambi,Padang,dan banyak daerah lainnya saat ini, pada 
gilirannya akan mendorong tingginya ekspektasi inflasi. Tidak 
mengherankan jika data BPS menunjukkan tingkat inflasi di Jambi (0,52%) 
dan Padang (0,43%) pada Maret ini lebih tinggi dari rata-rata inflasi 
nasional (0,07%). Tingginya ekspektasi inflasi juga dibentuk oleh 
keyakinan masyarakat bahwa harga BBM suatu saat pasti akan mengalami 
kenaikan.
Keyakinan ini mendorong beberapa kelompok masyarakat mulai menaikkan 
harga jual barang dan jasa yang mereka kelola meskipun harga BBM 
bersubsidi belum mengalami kenaikan. Data inflasi Maret seperti 
dilaporkan BPS (2/4) menunjukkan secara jelas bagaimana ekspektasi 
inflasi sudah terbentuk. Fenomena panen raya (Maret dan April) yang 
dalam dua tahun terakhir mampu mengerem gelinding inflasi tidak terulang 
tahun ini.
Harga bahan makanan memang mengalami deflasi sebesar 0,10%,tetapi semua 
kelompok pengeluaran lainnya mengalami kenaikan indeks harga (inflasi). 
Ekspektasi inflasi juga berpotensi menjadi kendaraan yang bisa memacu 
imported inflation. Ekspektasi inflasi yang tinggi akan menjadi 
pendorong terus berlanjutnya depresiasi rupiah.
Masalahnya, sektor industri kita memiliki ketergantungan yang sangat 
tinggi terhadap capital goods dan raw materials impor. Jika rupiah terus 
mengalami depresiasi, beban impor untuk capital goodsdan raw 
materialsyang ditanggung sektor industri akan meningkat yang kemudian 
memunculkan fenomena cost push inflation.
Langkah Solusi
Terlambatnya respons pemerintah untuk mengelola ekspektasi inflasi akan 
membuat tingkat inflasi tahun ini bergerak liar dan memberikan dampak 
yang tidak terlalu menggembirakan bagi perekonomian Indonesia. Karena 
itu, beberapa langkah harus mendapat prioritas pemerintah dan BI untuk 
meredam ekspektasi inflasi.
Pertama, pemerintah harus lebih fokus dan inovatif untuk menjaga dan 
memperbaiki manajemen stok sebagai jaminan bahwa barang (juga 
jasa),khususnya barang kebutuhan pokok, tersedia di pasaran pada tingkat 
harga wajar. Selain memperbaiki jalur distribusi, pemerintah juga harus 
mempersiapkan diri secara matang untuk melakukan operasi pasar. Kedua, 
penegakan hukum untuk meredam munculnya motif-motif spekulatif, seperti 
penimbunan BBM dan barang kebutuhan pokok lainnya, perlu lebih 
diintensifkan.
Dalam kaitan ini, pemerintah perlu lebih serius melakukan penataan 
sistem monitoring dan evaluasi agar tindakan bisa segera dilakukan 
terhadap kegiatan- kegiatan spekulatif. Aktivasi Tim Pengendali Inflasi 
Daerah (TPID) perlu menjadi bagian dari penataan sistem monitoring dan 
evaluasi ini. Ketiga, menekan biaya produksi yang selama ini membebani 
baik sektor pertanian atau industri.
Dalam kaitan dengan sektor pertanian,ada baiknya pemerintah menjamin 
stabilitas harga dan ketersediaan beberapa saprodi (sarana produksi 
pertanian), seperti pupuk, pestisida, dan benih. Dalam kaitan dengan 
sektor industri,fokus perhatian harus lebih diarahkan untuk 
mengeliminasi faktor-faktor yang mendorong munculnya fenomena ekonomi 
biaya tinggi (seperti biaya birokrasi dan pungutan liar).
Keempat, untuk menjaga persepsi pasar bahwa inflasi terkendali, ada 
baiknya BI tidak terlalu sensitif untuk menaikkan BI Rate.Artinya,BI 
rate sebaiknya tetap dipatok pada level 5,75% dan BI bisa menggunakan 
instrumen moneter lainnya,seperti giro wajib minimum (GWM),untuk 
menstabilkan likuiditas.●
LATIF ADAM
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/487282/
-- 
"One Touch In BOX"
To post  : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : -  Gunakan bahasa yang baik dan santun
              -  Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
              -  Hindari ONE-LINER
              -  POTONG EKOR EMAIL
              -  DILARANG SARA
              -  Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau  
                 Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda.              -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.