Selasa, 03 April 2012

[Koran-Digital] EDITORIAL Jangan Menunggu Yang Mulia Demo

Jangan menunggu para hakim yang mulia demo besar-besaran barulah
Presiden mengindahkan nasib mereka.
HAKIM ialah pejabat negara. Namun, sadar atau tidak, pemerintah
sesungguhnya tidak memperlakukan 7.000 hakim sebagai pejabat negara
meski mereka disapa Yang Mulia dalam ruang sidang.

Dalam hal gaji, misalnya, hakim dihargai hampir setara dengan upah
minimum regional buruh.

Upah minimum regional buruh untuk wilayah Jakarta pada 2012 sebesar
Rp1.529.150 per bulan. Bandingkan dengan gaji pokok seorang hakim
pengadilan negeri yang cuma sekitar Rp1,9 juta per bulan. Jumlah itu
juga lebih rendah jika dibandingkan dengan pegawai negeri sipil golongan
III A dengan masa kerja nol tahun yang digaji Rp2 juta.

Benarlah bahwa sejak 2008 negara memberi remunerasi atau tunjangan
khusus hakim pengadilan negeri sebesar Rp4,2 juta per bulan. Akan
tetapi, sampai saat ini mereka hanya dipanjar 70% atau sekitar Rp2,9 juta.

Padahal, pada saat bersamaan di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan dan
Kementerian Ke uangan remunerasi diberikan penuh.

Diskriminasi pendapatan juga terjadi antarhakim. Tunjangan untuk hakim
ad hoc di pengadil an hubungan industrial tingkat pertama Rp5,5 juta dan
tingkat kasasi Rp12 juta. Uang kehor matan hakim pada pengadilan tindak
pidana korupsi tingkat at banding Rp16 juta, dan tingkat pertama Rp13
juta, tingkat banding Rp16 juta, dan tingkat kasasi Rp22 juta. Selain
itu, hakim pengadilan tindak pidana korupsi masih diberi tunjangan
perumahan Rp25 juta per bulan.

Perlakuan diskriminatif itulah yang memicu hakim pengadilan negeri dan
pengadilan hubungan industrial berniat mogok sidang. Apalagi, sudah
empat tahun ini gaji mereka tak kunjung naik dan sudah 11 tahun
tunjangan tidak pernah meningkat.

Mogok sidang semula direncanakan pada 1 April, tapi niat itu urung
karena pada waktu bersamaan terjadi unjuk rasa menolak penaikan harga
bahan bakar minyak bersubsidi.
Mogok sidang diundur hingga pertengahan Mei.

Harus tegas dikatakan bahwa negara tidak akan bangkrut bila
memprioritaskan pemberian 30% remunerasi hakim yang belum terbayar dan
kemudian menaikkan gaji mereka.

Persoalan yang dihadapi negara saat ini ialah tidak cukup cerdas
mengelola keuangan. Uang malah dihambur-hamburkan untuk studi banding
anggota dewan atau membeli pesawat terbang kepresidenan.

Pemberian gaji dan tunjangan yang layak kepada hakim dapat menghindarkan
mereka dari godaan mafia peradilan, yang pada gilirannya putusan hakim
mencerminkan keadilan.

Mahkamah Agung sejak 1,5 tahun lalu sudah mengusulkan kepada Presiden
perihal penaikan gaji hakim. Akan tetapi, usulan itu tak kunjung
mendapat jawaban.

Jangan menunggu para hakim yang mulia demo besarbesaran barulah Presiden
mengindahkan nasib mereka.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/04/ArticleHtmls/EDITORIAL-Jangan-Menunggu-Yang-Mulia-Demo-04042012001009.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.