Kamis, 12 April 2012

[Koran-Digital] EDITORIAL Pelajaran dari Gempa Aceh

Meskipun tidak diharapkan, bencana sesungguhnya telah inheren dalam kehidupan masyarakat kita. Yang masih misteri ialah kapan dan di mana tepatnya ia akan terjadi.''

GEMPA berkekuatan 8,5 pada skala Richter mengguncang Nanggroe Aceh Darussalam, Rabu (11/4). Gempa yang berpusat di kedalaman 10 kilometer barat daya Simeulue itu membuat warga Aceh panik.

Gempa itu mengingatkan kita semua kepada tragedi yang pernah terjadi di Serambi Mekah. Delapan tahun lalu, Aceh diguncang gempa 9,1 pada skala Richter yang disusul tsunami besar. Ratusan ribu jiwa anak bangsa terenggut.

Luka dan trauma hingga kini pun belum sepenuhnya pulih. Kita patut bersyukur gempa kali ini membawa dampak yang berbeda jika dibandingkan dengan tragedi 2004. Tidak banyak korban jiwa yang dilaporkan akibat gempa itu.

Padahal, getarannya dapat dirasakan hingga Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Pekanbaru, Lampung, dan bahkan luar negeri seperti Thailand, Sri Lanka, dan India.

Yang juga patut dicatat ialah kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi bencana sudah mulai terlihat. Tidak hanya di Aceh, kesiapan warga dalam menghadapi kondisi kri sis juga diperlihatkan di Sumbar, Bengkulu, dan wilayah lain yang rawan terkena dampak gempa.

Tentu itu semua tidak boleh membuat kita berpuas diri.
Sesungguhnya belum seluruh instrumen kondisi darurat bencana berjalan memuaskan.

Sebagian sirene peringatan tsunami tidak berbunyi meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sudah merilis peringatan adanya potensi tsunami. Sirene-sirene di sekitar pantai Banda Aceh yang beroperasi sejak 2009, misalnya, dilaporkan rusak.

Artinya, meskipun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan early warning system is working well saat menerima kunjungan Perdana Menteri Inggris David Cameron, nyatanya sistem peringatan dini itu tidak bekerja sempurna.

Karena itu, alih-alih berpuas diri dengan kewaspadaan bencana yang sepintas terlihat di masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus mencatat dengan cermat ketidaksempurnaan sistem itu dan segera memperbaikinya.

BNPB dan badan lain yang memiliki otoritas di bidang penanggulangan situasi darurat tidak boleh memberikan toleransi kesalahan dalam situasi darurat karena itu akan berakibat fatal.

Di luar itu, gempa Aceh, Rabu lalu, harus kembali mengingatkan kita kepada kondisi geografis dan geologis negeri ini yang rawan bencana.

Harus terus dicamkan bahwa bukan hanya Aceh, bagian terbesar wilayah Indonesia berada di area cincin api Pasifik atau Pacific ring of fire yang tidak stabil, rentan gempa, tsunami, dan tanah longsor.

Artinya, meskipun tidak diharapkan, bencana sesungguhnya telah inheren dalam kehidupan masyarakat kita. Yang masih misteri ialah kapan dan di mana tepatnya ia akan terjadi.

Karena itu, tiada pilihan bagi kita selain meningkatkan kesiapan, kewaspadaan, dan keterampilan menghadapi bencana.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/13/ArticleHtmls/EDITORIAL-Pelajaran-dari-Gempa-Aceh-13042012001050.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.