Senin, 16 April 2012

[Koran-Digital] EDITORIAL Geng Motor

Jika polisi suka lalai melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai bayangkara negara, brutalitas merajalela dan hukum rimba pun berlaku. Siapa yang kuat dia yang menang dan menguasai.''

GEROMBOLAN pengendara sepeda motor alias geng motor dalam dua pekan terakhir kian meresahkan warga Jakarta.
Akibat ulah geng motor itu, tiga orang tewas dan belasan orang lainnya luka-luka serta harus dirawat di rumah sakit.

Polisi seolah tidak berkutik menangani tindakan para peneror itu sehingga harus meminta bala bantuan TNI.
Patroli bersama polisi dan TNI sejak Jumat (13/4) agak menenteramkan warga Ibu Kota.

Tindakan brutal geng motor berawal pada Sabtu (31/3).
Seorang anggota TNI Angkatan Laut, Kelasi Satu Arifin Sirih, tewas dikeroyok sekelompok pengendara sepeda motor di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Alasan pengeroyokan itu sederhana, yakni tidak terima tatkala Arifin menegur mereka karena menghalangi jalan truk yang sedang dikawal anggota TNI-AL itu.

Kematian Kelasi Satu Arifin seperti menyiram bensin ke sumbu api. Aksi pun dengan cepat menjalar. Jakarta diobrak-abrik geng motor berpita kuning.

Mereka seperti mendapat mandat untuk menyerang siapa saja yang ditemui. Pada Sabtu (7/4) geng motor menyerang sekelompok remaja yang sedang mengisi bensin di SPBU Danau Sunter, Jakarta Utara.
Soleh, remaja berusia 17 tahun, tewas.

Aksi pun berlanjut keesokan hari. Sekitar 30 anggota geng motor menyerang sejumlah remaja di kawasan Pekan Raya Jakarta Kemayoran. Mereka membakar sepeda motor. Satu pekan kemudian pada Jumat (13/4) tindakan brutal kembali dilakukan geng motor. Sekitar 200 pengendara sepeda motor menyerang sejumlah lokasi di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Lagi-lagi tindakan brutal itu memakan korban. Anggia Darmawan, remaja berusia 19 tahun, tewas dikeroyok di kawasan Jalan Pramuka, Jakarta Timur.

Tindakan geng motor juga menjalar ke luar Jakarta. Di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (14/4) geng motor memakan korban Ibrahim, 21.

Mahasiswa Universitas Negeri Makassar itu tewas dikeroyok saat bersama beberapa rekannya melintas di Jalan Sungai Saddang, Makassar.

Penyerangan oleh geng motor juga terjadi di sejumlah kota besar lainnya seperti Denpasar, Bogor, dan Bandung.

Kita sungguh prihatin. Masalah sepele yang mestinya bisa diatasi dan dilokalisasi di tingkat polsek kini berkembang menjadi isu nasional. TNI harus diterjunkan karena bisa mengganggu keamanan ibu kota negara.

Teror geng motor itu bukan mustahil merupakan bentuk peradilan jalanan lantaran kecewa polisi lamban bertindak.
Polisi yang biasanya piawai dan cekatan mengungkap dan menangkap teroris yang tersembunyi ternyata kedodoran membuka tabir pengeroyok Kelasi Satu Arifin yang terjadi di ruang publik. Polisi baru mengungkapnya 10 hari kemudian.

Kebrutalan geng motor menggugah publik untuk mempertanyakan kembali profesionalisme polisi merawat ketertiban dan ketenteraman masyarakat sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

Jika polisi suka lalai melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai bayangkara negara, brutalitas merajalela dan hukum rimba pun berlaku. Siapa yang kuat dia yang menang dan menguasai.

Betapa ironisnya jika gabungan tentara dan polisi ternyata juga kalah kuat melawan geng motor.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/17/ArticleHtmls/EDITORIAL-Geng-Motor-17042012001009.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.