Selasa, 17 April 2012

[Koran-Digital] LATIF ADAM: Harga BBM dan Inflasi

Harga BBM dan Inflasi PDF Print
Wednesday, 18 April 2012
Setelah melalui proses politik secara maraton selama seminggu, sidang
paripurna DPR (31/3) akhirnya memutuskan pemerintah hanya diizinkan
untuk menaikkan/ menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jika dalam
kurun waktu enam bulan terjadi kenaikan/penurunan harga ICP 15% lebih
tinggi/ rendah dari yang diasumsikan dalam APBN.

Keputusan sidang paripurna tersebut sekaligus menggagalkan keinginan
pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012. Karena
harga ICP dalam APBN-P 2012 diasumsikan sebesar USD105 per
barel,pemerintah harus menunda dan baru bisa menaikkan BBM bersubsidi
ketika harga ICP secara rata-rata telah mencapai USD120,75 per barel.

Sayangnya,keputusan sidang paripurna DPR itu berpotensi menimbulkan
beberapa permasalahan.Ketika harga ICP naik, tetapi belum menyentuh
batas toleransi (USD120,75 per barel) belanja subsidi energi (BBM dan
listrik) kemungkinan akan melampaui angka Rp320 triliun, jauh lebih
tinggi dari yang dialokasikan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp230,4 triliun
(BBM Rp137,4 triliun dan listrik Rp93 triliun).

Masalahnya,ketika belanja subsidi energi melonjak lebih tinggi dari yang
semula ditargetkan, pemerintah hanya memiliki ruang gerak yang terbatas
untuk menjaga sustainabilitas APBN. Pertama, mendorong defisit mendekati
kisaran 3% dari PDB dengan konsekuensi pemerintah perlu menambah dan
membuat komitmen utang baru.

Kedua, melanjutkan pemotongan anggaran di beberapa kementerian dan
instansi pemerintah lainnya. Problemnya, langkah untuk melakukan
pemotongan anggaran ini seringkali tidak hanya didasarkan pada
pertimbangan efisiensi (ekonomi), tetapi juga bermuatan politis.

Ekspektasi Inflasi

Keputusan sidang paripurna DPR untuk menunda kenaikan harga BBM
bersubsidi juga menurunkan kredibilitas pemerintah dalam mengelola
perekonomian.Penurunan kredibilitas ini akan mendorong kenaikan risiko
dan ketidakpastian yang kemudian akan meningkatkan motif spekulasi dan
ekspektasi inflasi.

Misalnya, ket i d a k p a s t i a n kapan harga BBM akan mengalami
kenaikan akan mendorongpihak-pihaktertentu menimbun BBM secara
berlebihan yang kemudian mengurangi pasokan BBM di pasaran. Akibatnya,
masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan BBM atau kalaupun
mendapatkan,mereka harus membelinya dengan harga yang lebih mahal dari
harga normal.

Kesulitan masyarakat untuk mendapatkan BBM, seperti sedang dialami
masyarakat Jambi,Padang,dan banyak daerah lainnya saat ini, pada
gilirannya akan mendorong tingginya ekspektasi inflasi. Tidak
mengherankan jika data BPS menunjukkan tingkat inflasi di Jambi (0,52%)
dan Padang (0,43%) pada Maret ini lebih tinggi dari rata-rata inflasi
nasional (0,07%). Tingginya ekspektasi inflasi juga dibentuk oleh
keyakinan masyarakat bahwa harga BBM suatu saat pasti akan mengalami
kenaikan.

Keyakinan ini mendorong beberapa kelompok masyarakat mulai menaikkan
harga jual barang dan jasa yang mereka kelola meskipun harga BBM
bersubsidi belum mengalami kenaikan. Data inflasi Maret seperti
dilaporkan BPS (2/4) menunjukkan secara jelas bagaimana ekspektasi
inflasi sudah terbentuk. Fenomena panen raya (Maret dan April) yang
dalam dua tahun terakhir mampu mengerem gelinding inflasi tidak terulang
tahun ini.

Harga bahan makanan memang mengalami deflasi sebesar 0,10%,tetapi semua
kelompok pengeluaran lainnya mengalami kenaikan indeks harga (inflasi).
Ekspektasi inflasi juga berpotensi menjadi kendaraan yang bisa memacu
imported inflation. Ekspektasi inflasi yang tinggi akan menjadi
pendorong terus berlanjutnya depresiasi rupiah.

Masalahnya, sektor industri kita memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap capital goods dan raw materials impor. Jika rupiah terus
mengalami depresiasi, beban impor untuk capital goodsdan raw
materialsyang ditanggung sektor industri akan meningkat yang kemudian
memunculkan fenomena cost push inflation.

Langkah Solusi

Terlambatnya respons pemerintah untuk mengelola ekspektasi inflasi akan
membuat tingkat inflasi tahun ini bergerak liar dan memberikan dampak
yang tidak terlalu menggembirakan bagi perekonomian Indonesia. Karena
itu, beberapa langkah harus mendapat prioritas pemerintah dan BI untuk
meredam ekspektasi inflasi.

Pertama, pemerintah harus lebih fokus dan inovatif untuk menjaga dan
memperbaiki manajemen stok sebagai jaminan bahwa barang (juga
jasa),khususnya barang kebutuhan pokok, tersedia di pasaran pada tingkat
harga wajar. Selain memperbaiki jalur distribusi, pemerintah juga harus
mempersiapkan diri secara matang untuk melakukan operasi pasar. Kedua,
penegakan hukum untuk meredam munculnya motif-motif spekulatif, seperti
penimbunan BBM dan barang kebutuhan pokok lainnya, perlu lebih
diintensifkan.

Dalam kaitan ini, pemerintah perlu lebih serius melakukan penataan
sistem monitoring dan evaluasi agar tindakan bisa segera dilakukan
terhadap kegiatan- kegiatan spekulatif. Aktivasi Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) perlu menjadi bagian dari penataan sistem monitoring dan
evaluasi ini. Ketiga, menekan biaya produksi yang selama ini membebani
baik sektor pertanian atau industri.

Dalam kaitan dengan sektor pertanian,ada baiknya pemerintah menjamin
stabilitas harga dan ketersediaan beberapa saprodi (sarana produksi
pertanian), seperti pupuk, pestisida, dan benih. Dalam kaitan dengan
sektor industri,fokus perhatian harus lebih diarahkan untuk
mengeliminasi faktor-faktor yang mendorong munculnya fenomena ekonomi
biaya tinggi (seperti biaya birokrasi dan pungutan liar).

Keempat, untuk menjaga persepsi pasar bahwa inflasi terkendali, ada
baiknya BI tidak terlalu sensitif untuk menaikkan BI Rate.Artinya,BI
rate sebaiknya tetap dipatok pada level 5,75% dan BI bisa menggunakan
instrumen moneter lainnya,seperti giro wajib minimum (GWM),untuk
menstabilkan likuiditas.●

LATIF ADAM
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/487282/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.