Rabu, 04 April 2012

[Koran-Digital] Max Regus: Revolusi Kecil

Revolusi Kecil
Max Regus Alumnus Program Pascasarjana Departemen Sosiologi, FISIP UI

SELAIN demonstrasi mahasiswa dan se jumlah elemen sosial di sepanjang
kasakkusuk (rencana) penaikan harga BBM, ada dua soal yang begitu
menarik perhatian.
Pertama, sikap sejumlah kepala daerah yang memilih berada di posisi para
penentang kebijakan pemerintah pusat.
Mereka menolak opsi pemerintah pusat untuk menaikkan harga BBM. Mereka
menyeberang ke sisi mahasiswa dan meninggalkan suara tunggal pusat
kekuasaan.

Kedua, sikap politik dan intensi kekuasaan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS). Sikap menentang rencana penaikan harga BBM menghadapi reaksi
keras dari Istana. PKS ialah salah satu partai pendukung gerbong
kekuasaan rezim Susilo Bambang YudhoyonoBoediono (SBY-Boediono).
Memang tidak wajar partai politik yang berada dalam gerbong kekuasaan
menunjukkan sikap berbeda di hadapan publik. Untuk persoalan tersebut,
Media Indonesia (MI) menunjukkan analisis yang sulit ditampik bahwa PKS
di satu pihak takut didepak dari kabinet, di lain pihak ingin tetap
terlihat propublik (Editorial MI, 28/3/2012).

Dua kenyataan itu tidak hanya berhubungan dengan ke gemparan urusan
harga BBM.
Itu terutama lebih kepada bagaimana rezim kekuasaan membahasakan kondisi
faktual. Dengan bertolak dari dua kenyataan itu, di sini muncul gugatan,
bukan mengenai pertanyaan seperti yang sudah banyak dibahas selama ini
tentang apakah rezim ini akan bertahan hingga 2014, melainkan soal
bagaimana ia akan memperjuangkan kepercayaan politik rakyat di sisa usianya.
Kredibilitas Pertanyaan paling fundamental ialah apakah rezim ini masih
memiliki cadangan kepercayaan politik yang mencukupi sekadar untuk terus
bertahan hingga akhir masa kekuasaan? Pertanyaan itu mungkin terdengar
berlebihan. Namun, pertanyaan itu perlu diajukkan. Rakyat membutuhkan
kepastian politik yang bisa menumbuhkan penghiburan politik. Adalah
kemewahan untuk mengharapkan segala sesuatu yang pernah dijanjikan rezim
ini akan tercapai di u ujung hari akhir kekuasaan.

Bahaya terbesar yang tumbuh dalam situasi ini ialah akumulasi kekecewaan
sosial publik. Kekecewaan karena banyak harapan yang terlindas oleh
sikap acuh tak acuh kekuasaan dalam mengurus banyak soal. Rezim yang
berkuasa pascareformasi adalah rezim yang bergerak dalam suasana
krusial. Sesi sejarah yang sarat harapan. Pe riode sejarah yang dipenuhi
penga laman akan luka p o l i t i k , t ra u m a sejarah, ketaku tan
akan kekerasan sosial, dan bayangan konflik politik. Di situ, arus
sejarah membentang pan jang. Semua ini harus diuraikan secara jujur,
terbuka, dan tuntas. Rakyat memiliki persepsi politik sangat tinggi
kepada setiap rezim yang berkuasa di negeri ini.

Dengan demikian, setiap rezim yang berkuasa tidak perlu menenggelamkan
diri dalam banyak pola pencitraan dengan memamerkan apa yang mereka
anggap sebagai keberhasilan politik. Rezim yang mau berkuasa di
Indonesia dalam sesi-sesi yang masih sulit ini seharusnya tahu dan sadar
keadaan semacam ini.
Jangan pernah menganggap sudah memperlihatkan kesuksesan mengurus negara
ini karena rakyat (publik) memiliki daftar panjang di dalam pikiran
mereka untuk semua hal yang harus diselesaikan rezim ini. Soliditas Ada
dua hal yang dipertanyakan publik sejak lama.
Pertama, efektivitas koalisi politik. Kedua, maksud pembentukan
sekretariat gabung partai pendukung rezim SBYBoediono. PKS justru berada
tepat di dua soal tersebut.
Itu sesuatu yang tidak terhindarkan. Salah satu soal paling krusial dari
sekian banyak aspek yang dapat menjelaskan soliditas politik rezim
SBY-Boedino ialah soliditas perkoncoan politik. Dalam banyak kasus, tiga
tahun terakhir ini dengan mudah dapat ditangkap bagaimana soliditas
politik tampil begitu payah.

Mengapa soliditas sulit ditemukan saat rezim ini mendiskusikan per
soalan penaikan harga BBM?
Apa k a h anggota sekretariat gabungan boleh memiliki perbedaan pendapat
dengan rezim yang sedang berkuasa? Apakah sikap semacam itu memiliki
nilai etis secara politik?
Apakah perilaku politik itu wajar? Apakah SBY sepatutnya memutuskan
hubungan politik dengan kekuatan politik yang ternyata tidak ada bersama
dia saat menjadi sasaran tembak publik dan lawan-lawan politik? Tibalah
pada pertanyaan esensial ini, apakah rezim ini masih memiliki soliditas
politik jika berkaca pada inkonsistensi sikap politik beberapa partai
politik yang tergabung dalam koalisi rezim SBY?
Soliditas politik menjadi persoalan serius, mengingat sisa waktu dua
tahun akan menjadi momentum paling menentukan prospek demokrasi di
Indonesia. Kegagalan rezim ini mengamankan masa toleransi dari apa yang
di sebut dengan transisi de ngan transisi de mokrasi akan mengirimkan
sinyal buruk bagi masa depan per adaban poli tik di negeri ini.

Keadilan Karena itu, kini muncul ke gelisahan kontempo rer. Rezim SBY,
opo sisi poli tik, pub lik yang menentang penaikan harga BBM, dan
mahasiswa menolak penaikan harga BBM hidup di negeri yang sama.
Namun, ada satu pembeda yang memilukan. Pembeda itu ialah kesen jangan
sosial yang semakin melebar. Tidak terbantahkan bahwa bantuan langsung
tunai merupakan senjata rahasia rezim berkuasa di setiap tikungan
kebijakan politik yang menuai pertentangan. Itu dapat dimengerti karena
kemarahan sosial yang semakin meluas, terutama pada lapisan-lapisan
paling bawah dari struktur sosial, akan mengancam kelangsungan kekuasaan.

Namun, persoalan yang paling pelik ialah bagaimana kekuasaan
menghadirkan kehidupan berkeadilan. Jalanan yang dipenuhi kekerasan,
institusi politik yang selalu menebarkan tengik korupsi, kekuasaan yang
mudah mengumbar inkonsistensi sikap politik, dan kebebasan sipil yang
terintimidasi oleh arogansi komunal akan melemahkan fondasi kenegaraan
dan kebangsaan. Ini akan menjadi ruang kosong yang dapat dengan mudah
dimanfaatkan para penjahat.

Pembangkangan politik sejumlah kepala daerah, etika politik yang belum
beres, dan meluasnya ketidakpuasan politik publik akan menjadi pangkal
dari protes politik berkepanjangan. Gabungan dari semua fenomena
itu--yang tampak di seputar kisruh rencana penaikan harga BBM--bagaikan
sebuah revolusi kecil di negeri tempat para penguasa mulai mengabaikan
kepercayaan politik rakyat. Selebihnya, penguasa yang tidak mampu
menegakkan keadilan sosial akan mengobarkan yang kecil itu menjadi
bertambah besar.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/05/ArticleHtmls/Revolusi-Kecil-05042012022003.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.