BPOM Klaim Tahun Ini Alami Penurunan
Kamis, 12 April 2012 , 08:27:00 WIB
RMOL.Hati-hati mengkonsumsi obat. Peringatan ini layak diperhatikan,
karena peredaran obat palsu makin marak. Berdasarkan data yang
dikeluarkan salah satu sayap organisasi PBB, World Health Organization
(WHO), 10 persen obat yang beredar di seluruh dunia adalah obat palsu.
Bahkan, laporan terakhir yang dirilis United Stated Trade Representative
(USTR) mengatakan 25 persen obat yang beredar di Indonesia adalah palsu.
Menurut LSM Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), sampai awal
tahun ini saja kerugian negara akibat peredaran obat palsu mencapai Rp
1,5 triliun, belum lagi kerugian hak paten produsen obat dan kerugian
kesehatan yang dialami masyarakat.
Ketua MIAP, Widyaretna Buenastuti mengatakan, pemalsuan terjadi hampir
di semua sektor industri di Indonesia, termasuk di bidang farmasi.
Penjualan obat-obatan palsu di negara ini dilaporkan mencapai laba
hingga triliunan rupiah, padahal hanya memiliki porsi 3,5 persen dari
total kerugian akibat penjualan barang imitasi.
"Di 12 sektor industri, pemalsuan merugikan negara sekitar Rp 43,2
triliun," ujar Widya, saat diskusi panel bertajuk Safe Medicines and
Consumer Protection di pusat budaya Amerika, Jakarta, Selasa (110/4).
Dari Rp 43,2 triiun, sekitar 3,5 persennya atau Rp 1,5 triliun berasal
dari penjualan obat-obatan palsu. Kerugian itu naik dari tahun
sebelumnya yaitu Rp 1,19 triliun. Sedangkan sektor industri terbesar
yang dipalsukan adalah kerajinan kulit yang merugikan negara hingga Rp
15,4 triliun, atau sekitar 35,7 persen dari total kerugian.
Selain farmasi dan kerajinan kulit, sektor industri lain yang
dipalsukan adalah rokok, pakaian, pestisida, kosmetik, otomotif,
perangkat lunak, peralatan penerangan, otomotif, perlengkapan kantor
dan elektronik.
Produk palsu paling banyak didatangkan dari China, yang menguasai 88
persen pasar dunia. Keuntungan global dari penjualan barang palsu
mencapai 75 miliar dollar AS atau sekitar Rp 688,7 triliun. Bisnis
barang palsu, terutama obat, lebih menguntungkan dan resikonya lebih
kecil dibandingkan jual narkoba.
Penjualan barang palsu semakin marak karena kurangnya penegakan hukum
di bidang ini. Pemerintah juga dianggap kurang serius memerangi pelaku
penjualan barang palsu. Di berbagai negara, pemalsuan hanya
dikenakan dakwaan pelanggaran hak cipta. Negara-negara berkembang
seperti Indonesia lebih rentan terhadap pemalsuan produk, terutama
disebabkan lemahnya regulasi, dan faktor-faktor politik dan ekonomi
yang kompleks.
Laporan MIAP dibantah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Tanpa
menyebutkan angka pasti kerugian negara, Ketua BPOM Lucky Oemar Said
mengatakan, kerugian peredaran obat palsu tidak mencapai Rp 1,5
triliun. "Tidak sampai sebesar itu. Belum ada data yang pasti tentang
nilai rupiah akibat peredaran obat palsu," katanya.
Diakuinya, BPOM lebih mengutamakan aspek perlindungan dari bahaya obat
palsu yang menjadi ancaman kesehatan masyarakat. Penggunaan obat palsu
berpotensi mengakibatkan kerugian fisik, kegagalan pengobatan untuk
kondisi tertentu dan efek samping tak terduga. Produsen obat pun
kehilangan pendapatan yang jelas karena merusak reputasi merek.
Lucky memaparkan, dari hasil temuan BPOM, peredaran obat palsu sepanjang
kurun waktu 4 tahun mengalami penurunan. Tahun 2008 terdapat 24 item
obat palsu, tahun 2009 ada 22 item, tahun 2010 ada 9 item, dan tahun
2011 tinggal 8 item.
Untuk memberantas obat palsu, kata dia, ada satuan tugas pemberantasan
obat dan makanan ilegal di lapangan. Selain itu, konsumen termasuk
beberapa dokter turut memburu obat-obat tidak layak konsumsi. Jenis
obat yang diburu umumnya obat resep, obat bermerk dan off-patent.
Jika dibiarkan, peredaran obat palsu bakal memakan korban. Penyakit yang
diharapkan bisa sembuh setelah mengkonsumsi bisa bertambah parah,
karena obat yang dikonsumsi tidak mengurangi gejala atau membasmi penyakit.
Lucky juga belum berani memastikan negara mana saja yang menjadi
produsen obat palsu. Menurutnya, sampai saat ini negara produsen obat
palsu tidak jelas dan bisa beredar di negara mana saja. "BPOM terus
melakukan pantauan. Obat palsu kan meniru obat aslinya oleh produsen
gelap. Biasanya produk palsu ditemukan di tempat ilegal," pungkasnya.
Organisasi Internasional Atur Peredaran Obat Palsu
Irgan Chairul Mahfiz, Wakil Ketua Komisi IX DPR
Parlemen mengharapkan sikap tegas penegak hukum terhadap produsen
farmasi yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan obat. Apalagi
disinyalir adanya organisasi internasional yang mengatur peredaran obat
palsu.
Obat palsu tidak hanya merugikan negara. Disamping itu ada kerugian
yang lebih besar, yaitu kerugian masalah kesehatan akibat obat palsu
yang dikonsumsi. Masyarakat yang mengkonsumsi obat palsu tidak bisa
sembuh dari penyakit, bahkan bisa menimbulkan kematian. Selain itu
obat palsu mempengaruhi industri farmasi dalam negeri dan hak
paten merek obat.
Masalah peredaran obat palsu di Indonesia dipicu oleh penanggulangan
tindak pidana obat di masing-masing sektor terkait penegak hukum masih
bersifat parsial, tindak pidana obat memiliki jaringan yang umumnya
terorganisir, ditambah pada umumnya putusan hakim masih belum
menimbulkan efek jera, dimana sanksi pidana yang diberikan kepada
produsen pemalsu obat cukup ringan.
Semestinya, strategi yang harus dilakukan BPOM, Kementerian Kesehatan,
dan penegak hukum dalam pemberantasan obat palsu adalah memutus mata
rantai supply-demand obat palsu. Harus diusut hingga ke akar
permasalahan dengan meningkatkan penegakan hukum secara konsisten dan
berkesinambungann.
Selain itu, hendaknya juga dilakukan penyitaan dan pemusnahan obat
palsu secara massal agar dapat menimbulkan efek jera bagi para
pelakunya. Praktek pemalsuan obat ibarat jamur yang tumbuh di musim
penghujan, bedanya adalah praktek ini tidak mengenal musim. Sepanjang
tahun jumlahnya terus berkembang.
Faktor keuntungan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu dorongan
utama bagi para pemalsu untuk meneruskan prakteknya ini. Sebisa
mungkin para pemalsu menekan biaya produksi hingga sekecil mungkin.
Ditegaskan, seharusnya pemerintah mengatur produsen, agar memproduksi
obat-obatan dengan label layak dikonsumsi. Pemerintah, pengusaha dan
pengembang obat-obatan harus mengatur produksi dan distribusi hingga
penjualan, agar obat-obatan layak dikonsumsi masyarakat luas. Misalnya
ada label halal dikonsumsi, sehingga masyarakat bisa aware.
Pengadaan obat terjangkau untuk masyarakat seharusnya tanggungjawab dari
pemerintah. Salah satunya dengan mengintervensi harga obat menjadi
murah. Penyebaran obat palsu begitu menjamur.
Namun, jika pemerintah tegas dalam menindak oknum yang terbukti menjadi
dalang pengadaan obat palsu, maka keberadaan obat palsu bisa ditekan.
Kembali lagi, kalau mau obat murah tak layak itu ditekan. Andil terbesar
ada pada pemerintah, kemudian pengusaha dan pengembang.
Sedangkan, berdasarkan PP Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, secara jelas menginstruksikan apotik untuk menjual
obat-obatan generik. Keberadaan apotik ke depan sebagai tempat
pelayanan kesehatan, pendapatan diambil dari fee atas obat yang
terjual, sehingga tidak terpengaruh dengan generik atau bukan generik.
Pasien juga berhak untuk meminta obat generik kepada apotik, karena hal
ini dilindungi pemerintah melalui kebijakan yang dikeluarkan. Dia
menyarankan agar masyarakat jangan tergiur dengan harga yang jauh lebih
murah bandingkan harga lazimnya untuk produk yang sama.
Perhatikan juga keutuhan kemasan, apakah masih tersegel dengan baik
atau tidak. Jangan terima kalau sudah cacat serta cermati kebersihan
kemasan, langkah ini perlu mengingat tidak sedikit obat palsu yang
bersumber dari obat-obatan kadaluarsa. [Harian Rakyat Merdeka]
http://www.rmol.co/read/2012/04/12/60414/Peredaran-Obat-Palsu-Rugikan-Negara-1,5-Triliun-
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.