Rabu, 11 April 2012

[Koran-Digital] Peredaran Obat Palsu Rugikan Negara 1,5 Triliun

Peredaran Obat Palsu Rugikan Negara 1,5 Triliun
BPOM Klaim Tahun Ini Alami Penurunan
Kamis, 12 April 2012 , 08:27:00 WIB

RMOL.Hati-hati mengkonsumsi obat. Peringatan ini layak diperhatikan,
karena peredaran obat palsu makin marak. Berdasarkan data yang
dikeluarkan salah satu sayap organisasi PBB, World Health Organization
(WHO), 10 persen obat yang beredar di seluruh dunia adalah obat palsu.
Bahkan, laporan terakhir yang dirilis United Stated Trade Representative
(USTR) mengatakan 25 persen obat yang beredar di Indonesia adalah palsu.

Menurut LSM Masyarakat In­do­nesia Anti Pemalsuan (MIAP), sampai awal
tahun ini sa­ja kerugian negara akibat pe­redaran obat palsu mencapai Rp
1,5 triliun, belum lagi kerugian hak paten produsen obat dan ke­rugian
kesehatan yang dialami ma­syarakat.

Ketua MIAP, Widyaretna Bue­nastuti mengatakan, pemalsuan terjadi hampir
di semua sektor industri di Indonesia, termasuk di bidang farmasi.
Penjualan obat-obatan palsu di negara ini dila­porkan mencapai laba
hingga tri­liunan rupiah, padahal hanya me­miliki porsi 3,5 persen dari
total kerugian akibat penjualan barang imitasi.

"Di 12 sektor industri, pemal­suan merugikan negara sekitar Rp 43,2
triliun," ujar Widya, saat dis­kusi panel bertajuk Safe Me­di­cines and
Consumer Protection di pusat budaya Amerika, Jakarta, Selasa (110/4).

Dari Rp 43,2 triiun, sekitar 3,5 per­sennya atau Rp 1,5 triliun berasal
dari penjualan obat-obatan palsu. Kerugian itu naik dari tahun
sebelumnya yaitu Rp 1,19 triliun. Sedangkan sektor industri terbesar
yang dipalsukan adalah kerajinan kulit yang merugikan negara hingga Rp
15,4 triliun, atau sekitar 35,7 persen dari total kerugian.

Selain farmasi dan kerajinan kulit, sektor industri lain yang
di­palsukan adalah rokok, pakaian, pestisida, kosmetik, otomotif,
pe­rangkat lunak, peralatan pene­rangan, otomotif, perlengkapan kantor
dan elektronik.

Produk palsu paling banyak di­datangkan dari China, yang menguasai 88
persen pasar du­nia. Keuntungan global dari pen­jualan barang palsu
men­capai 75 miliar dollar AS atau sekitar Rp 688,7 triliun. Bisnis
barang pal­su, terutama obat, le­bih mengun­tungkan dan resi­konya lebih
kecil dibandingkan jual nar­koba.

Penjualan barang palsu sema­kin marak karena kurangnya pe­negakan hukum
di bidang ini. Pemerintah juga dianggap ku­rang serius memerangi pelaku
pen­­jualan barang palsu. Di ber­bagai negara, pemalsuan hanya
dikena­kan dakwaan pelanggaran hak cipta. Negara-negara ber­kem­­bang
seperti Indonesia lebih ren­tan terhadap pemalsuan pro­duk, terutama
disebabkan le­mahnya regulasi, dan faktor-faktor politik dan ekonomi
yang kompleks.

Laporan MIAP dibantah Ba­dan Pengawasan Obat dan Ma­kanan (BPOM). Tanpa
menye­butkan ang­ka pasti kerugian ne­gara, Ketua BPOM Lucky Oemar Said
mengatakan, keru­gian peredaran obat palsu tidak mencapai Rp 1,5
triliun. "Tidak sampai sebesar itu. Belum ada data yang pasti ten­tang
nilai ru­piah akibat peredaran obat pal­su," katanya.

Diakuinya, BPOM lebih meng­utamakan aspek perlindungan dari bahaya obat
palsu yang men­jadi ancaman kesehatan masya­rakat. Penggunaan obat palsu
ber­potensi mengakibatkan kerugian fisik, kegagalan pengobatan un­tuk
kondisi tertentu dan efek sam­ping tak terduga. Produsen obat pun
kehilangan pendapatan yang jelas karena merusak reputasi merek.

Lucky memaparkan, dari hasil temuan BPOM, peredaran obat palsu sepanjang
kurun waktu 4 tahun mengalami penurunan. Tahun 2008 terdapat 24 item
obat palsu, tahun 2009 ada 22 item, tahun 2010 ada 9 item, dan tahun
2011 tinggal 8 item.

Untuk memberantas obat pal­su, kata dia, ada satuan tugas pem­berantasan
obat dan makanan ilegal di lapangan. Selain itu, kon­sumen termasuk
beberapa dok­ter turut memburu obat-obat tidak layak konsumsi. Jenis
obat yang diburu umumnya obat re­sep, obat bermerk dan off-patent.

Jika dibiarkan, peredaran obat palsu bakal memakan korban. Penyakit yang
diharapkan bisa sembuh setelah mengkonsumsi bi­sa bertambah parah,
karena obat yang dikonsumsi tidak mengurangi gejala atau membas­mi penyakit.

Lucky juga belum berani me­mastikan negara mana saja yang menjadi
produsen obat palsu. Menurutnya, sampai saat ini ne­gara produsen obat
palsu tidak jelas dan bisa beredar di negara mana saja. "BPOM terus
mela­kukan pantauan. Obat palsu kan meniru obat aslinya oleh produ­sen
gelap. Biasanya produk palsu ditemukan di tempat ilegal," pungkasnya.

Organisasi Internasional Atur Peredaran Obat Palsu

Irgan Chairul Mahfiz, Wakil Ketua Komisi IX DPR

Parlemen mengharapkan si­kap tegas penegak hukum ter­hadap produsen
farmasi yang terbukti melakukan tindak pi­da­na pemalsuan obat. Apalagi
disinyalir adanya organisasi internasional yang mengatur peredaran obat
palsu.

Obat palsu tidak hanya me­rugikan negara. Disamping itu ada kerugian
yang lebih besar, yai­tu kerugian masalah kese­ha­tan akibat obat palsu
yang di­kon­sumsi. Masyarakat yang meng­konsumsi obat palsu tidak bisa
sembuh dari penyakit, bah­kan bisa menimbulkan kema­tian. Selain itu
obat palsu mem­­penga­ruhi industri farmasi da­lam ne­ge­ri dan hak
paten merek obat.

Masalah peredaran obat pal­su di Indonesia dipicu oleh ­pe­nanggulangan
tindak pidana obat di masing-masing sektor ter­kait penegak hukum ma­sih
bersifat parsial, tindak pida­na obat me­miliki jaringan yang umum­nya
terorganisir, ditam­bah pada umum­nya putusan hakim masih belum
menimbul­kan efek jera, di­mana sanksi pi­dana yang di­berikan kepada
produsen pe­mal­su obat cukup ringan.

Semestinya, strategi yang harus dilakukan BPOM, Ke­men­terian Kesehatan,
dan pe­ne­gak hukum dalam pemberan­tasan obat palsu adalah memu­tus mata
rantai supply-demand obat palsu. Harus diusut hingga ke akar
permasalahan dengan meningkatkan penegakan hu­kum secara konsisten dan
ber­kesinambungann.

Selain itu, hendaknya juga di­lakukan penyitaan dan ­pe­musnahan obat
palsu secara massal agar dapat menim­bul­kan efek jera bagi para
pelaku­nya. Praktek pemalsuan obat iba­rat jamur yang tumbuh di mu­sim
penghujan, bedanya adalah praktek ini tidak menge­nal musim. Sepanjang
tahun jumlahnya terus berkembang.

Faktor keuntungan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu dorongan
utama bagi pa­ra pe­malsu untuk mene­ruskan prak­tek­nya ini. Sebisa
mungkin para pemalsu menekan bia­ya pro­duksi hingga sekecil mungkin.

Ditegaskan, seharusnya pe­merintah mengatur produsen, agar memproduksi
obat-obatan dengan label layak dikonsumsi. Pemerintah, pengusaha dan
pengembang obat-obatan harus mengatur produksi dan distri­busi hingga
penjualan, agar obat-obatan layak dikonsumsi masyarakat luas. Misalnya
ada label halal dikonsumsi, sehing­ga masyarakat bisa aware.

Pengadaan obat terjangkau untuk masyarakat seharusnya tanggungjawab dari
pemerin­tah. Salah satunya dengan meng­­intervensi harga obat men­­jadi
murah. Penyebaran obat palsu begitu menjamur.

Namun, jika pemerintah tegas dalam menindak oknum yang terbukti menjadi
dalang penga­daan obat palsu, maka kebera­daan obat palsu bisa ditekan.
Kembali lagi, kalau mau obat murah tak layak itu ditekan. Andil terbesar
ada pada pemerintah, kemudian pengu­saha dan pengembang.

Sedangkan, berdasarkan PP Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, secara jelas menginstruksikan apotik untuk menjual
obat-obatan generik. Keberadaan apotik ke depan sebagai tempat
pela­yanan kesehatan, pendapatan diambil dari fee atas obat yang
terjual, sehingga tidak ter­pengaruh dengan generik atau bukan generik.

Pasien juga berhak untuk meminta obat generik kepada apo­tik, karena hal
ini dilin­dungi pemerintah melalui ke­bijakan yang dikeluarkan. Dia
menya­rankan agar masyarakat jangan tergiur dengan harga yang jauh lebih
murah ban­dingkan harga lazimnya untuk produk yang sama.

Perhatikan juga keutuhan ke­masan, apakah masih terse­gel dengan baik
atau tidak. Jangan terima kalau sudah cacat serta cermati kebersihan
kemasan, langkah ini perlu mengingat tidak sedikit obat palsu yang
ber­sumber dari obat-obatan ka­daluarsa. [Harian Rakyat Merdeka]

http://www.rmol.co/read/2012/04/12/60414/Peredaran-Obat-Palsu-Rugikan-Negara-1,5-Triliun-

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.