Minggu, 15 April 2012

[Koran-Digital] Siswa Mengadu ke Kuburan Hadapi UN




Ritual menjelang ujian nasional itu merupakan perbudakan spiritual dalam masyarakat yang tidak menghargai proses.

UJIAN nasional yang digelar mulai hari ini telah menjelma menjadi teror nasional. Selain menerjunkan polisi bersenjata lengkap untuk mengawal naskah, para siswa pun berlomba-lomba mencari jalan pintas. Mereka mendatangi makam dan menjalani ritual cuci kaki guru dan ibu.

Makam Abdurrahman Wahid di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Jawa Timur, dalam sepekan terakhir ini dipadati para pelajar yang datang dari berbagai daerah. Mereka datang memanjatkan doa agar lulus dalam ujian nasional (UN).

Para siswa di Kudus, Jawa Te ngah, juga tidak lupa berziarah ke makam Sunan Kudus. Me reka berharap agar diberikan kekuatan mental dan spiritual sehingga dapat menyelesaikan soal UN dengan baik.

Lain lagi di Demak, Jawa Tengah. Para siswa minum air zamzam. Mereka berharap dengan meminum air zamzam mampu menjalani ujian itu. Ritual mencuci kaki ibu di jalani siswa di Jambi. Penga laman spiritual yang merevi talisasi kedekatan hubungan batin antara ibu dan anaknya tersebut diharapkan membe rikan suntikan semangat pada setiap siswa untuk berjuang keras menyelesaikan ujian nasional.

Hampir serupa, siswa di Nganjuk, Jawa Timur, men jalani ritual sungkeman sam bil membasuhkan air bunga ke kaki guru. Para siswa juga meminta maaf kepada adik adik kelas mereka layaknya ritual bermaaf-maafan saat Lebaran.

Tidak sedikit pula para siswa di berbagai daerah mengikuti istigasah.

Menteri Pendidikan dan Ke budayaan M Nuh mempersila kan siswa mengikuti kegiatan keagamaan menyambut ujian nasional. “Ke nasional. “Ke timbang me reka melaku kan kegiatan yang tidak produktif da lam memper siapkan ujian nasional, mi salnya dansauh, kemarin. salnya dansa dansi,“ tukas Nuh, kemarin.

Perbudakan spiritual Rektor UIN Syarif Hidayatul lah Jakarta Komaruddin Hi dayat menilai wajar penyeleng garaan doa bersama mengha dapi ujian nasional. “Setiap usaha memang wajar dan mesti disertai doa. Apakah itu doa bersama atau diistilahkan is tigasah, tetapi jangan sampai berlebihan,“ tukasnya.

Pengamat pendidikan Arif Rachman berharap agar kegiatan keagamaan yang digelar menghadapi ujian nasional tidak melanggar batas kewajaran. “Kalau sampai berdoa berjam-jam sambil menangis, saya rasa itu berlebihan,“ katanya.

Arif juga menyoroti fenomena berziarah ke kuburan menjelang ujian nasional. Ia berpendapat cara itu masih wajar sepanjang tidak memohon untuk mengabulkan permintaan.

Serangkaian ritual yang dijalankan siswa menjelang ujian, menurut mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif, merupakan perbudakan spiritual. Hal itu terjadi karena para pelajar tidak percaya diri.

“Seharusnya meminta itu langsung kepada Tuhan. Ini semacam perbudakan spiritual.
Ritual itu dilakukan oleh orang yang tidak percaya diri. Orangtua dan guru juga kurang mem berikan arahan,“ kata Syafii.

Rektor Universitas Paramadina Jakarta Anies Baswedan menambahkan, keadaan itu menunjukkan potret masyarakat yang lebih memilih jalan pintas ketimbang menghargai proses. “Kejadian ini refleksi dari masyarakat kita, bahwa kita semua memang lebih senang jalan pintas daripada proses,“ tandas Anies.

Ritual seperti itu, lanjut Anies, seharusnya bisa dicegah ketika orangtua dapat mengambil peran agar anak-anak merasa tenang saat menghadapi ujian nasional. “Kalau orangtua panik, segala cara ditempuh,“ kata Anies. (Bay/PL/X-3)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/16/ArticleHtmls/Siswa-Mengadu-ke-Kuburan-Hadapi-UN-16042012001057.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.