Menelusuri Alokasi Anggaran Pembantu Presiden
Sabtu, 14 April 2012 , 08:25:00 WIB
RMOL.Untuk membiayai 12 pembantu Presiden, negara mengalokasikan
anggaran Rp 27 miliar. Alokasi tertinggi dimiliki Staf Khusus Presiden
Bidang Informasi sebesar Rp 7,1 miliar.
Hal itu diketahui dari hasil kajian Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) terhadap Keppres 32/2011 Tentang Rincian Anggaran
belanja Pemerintah Pusat 2012.
Dari Rp 27 miliar untuk 12 pembantu Presiden itu rinciannya,
Sekretaris Pribadi Presiden sebesar Rp 999,5 juta, Staf Khusus Bidang
Juru Bicara Presiden Rp 735,5 juta, Bidang Hubungan Internasional Rp
1,6 miliar, Bidang Informasi/Public Relation (Hubungan Masyarakat) Rp
7,1 miliar, Bidang Komunikasi Politik sebesar Rp 1,3 miliar, Bidang
Hukum HAM dan Pemberantasan Korupsi Rp 1,7 miliar, Bidang Komunikasi
Sosial Rp 6,9 miliar.
Selanjutnya, alokasi anggaran Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah
dan Otonomi Daerah sebesar Rp 1,6 miliar, Bidang Pangan dan Energi
sebesar Rp 1,3 miliar, Bidang Perubahan Iklim sebesar Rp 1,1 miliar,
Bidang Publikasi dan Dokumentasi sebesar Rp 1,3 miliar, dan Bidang
Bantuan Sosial dan Bencana sebesar Rp 1,4 miliar.
Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi menilai,
alokasi anggaran tersebut merupakan bukti konkret penjebolan APBN 2012,
dan jauh dari gerakan penghematan yang sudah dicanangkan pemerintah.
Padahal Presiden SBY sudah sering kali mengimbau melakukan
penghematan anggaran. Jelas, hal ini bertentangan dengan instruksi dan
komitmen Presiden SBY.
Uchok menduga, alokasi anggaran pembantu Presiden ini merupakan salah
satu sebab pilihan pemerintah harus menaikan harga BBM. Akibatnya,
masyarakatlah yang harus menanggung bebannya, karena banyak alokasi
anggaran dipergunakan hanya untuk fasilitas pejabat negara seperti
para pembantu presiden itu.
Padahal, kata dia, keberadaan dan kinerja para pembantu presiden itu
sebenarnya tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Justru
keberadaan para pembantu Presiden itu menjadi tumpang tindih dan
mengganggu tugas para staf khusus di Kementerian terkait.
Melihat kondisi itu FITRA mendesak Komisi II DPR segera meminimalkan
alokasi anggaran para pembantu presiden itu, dan tidak mencantumkannya
lagi dalam DIPA Perubahaan Tahun 2012 ini.
"Alokasi anggaran staf khusus ini terlalu boros dan mewah bila
dibandingkan dengan staf khusus atau tenaga ahli DPR yang memperoleh
alokasi anggaran sebesar Rp 90 juta perorang untuk setiap tahun," tandasnya.
Uchok menuding, Lembaga Kepresidenan dianggap sebagai salah satu
penyebab membengkaknya anggaran birokrasi pemerintah. Dengan
pembentukan lembaga semacam staf khusus, staf pribadi, juru bicara, unit
kerja, Dewan Pertimbangan Presiden, Satgas Mafia Hukum hingga Satgas
TKI yang belakangan dibentuk Presiden SBY membuat struktur di lingkungan
istana semakin membengkak, dan otomatis diikuti penambahan anggaran.
"Pembentukan lembaga-lembaga ini tidak pernah dievaluasi
efektifitasnya. Bahkan cenderung menambah beban anggaran negara."
sesalnya.
Dikatakan, kesalahan yang dilakukan Istana dan Lembaga Kepresidenan
sebelumnya adalah menambah 10 jabatan Wakil Menteri yang pembagian
kerjanya dinilai tidak jelas dengan pejabat esselon I di Kementerian
terkait.
Belum lagi, rencana pembentukan utusan khusus presiden yang juga
prediksi akan ikut memboroskan keuangan negara. Uang rakyat akan habis
dalam jumlah besar hanya untuk membiayai jabatan itu. Pasalnya, per
orang setiap satu orang utusan khusus akan menghabiskan anggaran yang
sama dengan biaya untuk menteri.
FITRA mencatat, satu orang menteri menelan biaya operasional minimal
Rp 1,2 miliar dan tunjangan sebanyak Rp 10 miliar per tahun. Tiap
utusan khusus per tahun mendapatkan duit, selain gaji pokok sebanyak Rp
11,2 miliar. Jika ada lima utusan khusus maka akan menghabiskan lebih
dari Rp 55 miliar. "Ini juga jelas pemborosan. Sudah ada menteri, sudah
ada staf khusus presiden. Masa masih kurang juga," sindirnya.
Semestinya, Presiden memaksimalkan kinerja Kementerian saja, karena
semua anggaran sudah ada di sana. Dengan dibentuknya utusan khusus,
menandakan presiden tidak percaya dengan kementerian. Bisa jadi
nantinya timbul anggapan mereka yang direkrut untuk menjadi utusan
khusus dan staf khusus adalah orang-orang yang setia kepada Presiden SBY
sejak lama, namun tidak menjabat apa-apa.
Menanggapi kajian FITRA, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial
Sardan Marbun meragukan kebenarannya. Menurutnya, data anggaran 12
pembantu presiden yang diungkapkan jumlahnya tidak akurat. "FITRA dapat
data dari mana, tidak benar dan beralasan itu," katanya.
Dijelaskan, sebelum diinformasikan ke media massa, sebaiknya LSM
memverifikasi data-data tersebut. Bila perlu, silakan pula dibandingkan
secara kritis dengan anggaran serupa dalam masa-masa pemerintahan
sebelumnya.
FITRA juga diminta supaya tidak mengabaikan prosedur cek dan ricek untuk
memverifikasi kebenaran data sehingga data yang keluar dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
"Kita menghormati era kebebasan informasi dan mendorong teman-teman
aktivis untuk selalu bersikap kritis kepada pemerintah maupun parlemen.
Namun, kritik hendaknya bersumber pada data yang valid sehingga
berdampak positif bagi pengingkatan kualitas demokrasi kita," pintanya.
Sardan membenarkan para staf khusus Presiden diberikan anggaran setiap
tahunnya yang disesuaikan dengan fungsi dan tugas setiap bidang.
"Setiap staf khusus dapat anggaran operasional. Anggarannya tidak
gede-gedean," ujarnya.
Tapi yang jelas, anggaran yang diterima Staf Khusus Presiden masih
kurang untuk membantu tugas-tugas Presiden. Jumlahnya pun lebih kecil
dibandingkan dengan anggaran yang dimiliki Kementerian atau Lembaga
Negara.
"Anggarannya diambil dari Sekretaris Kabinet. Besarnya tidak seperti
yang dituduhkan FITRA. Yang diterima masih kurang untuk membantu
operasional kinerja. Semuanya disesuaikan dengan tugas bidang
masing-masing," jelasnya.
Ditanya, apakah ada usulan untuk menaikan anggaran tersebut pada tahun
anggaran berikutnya. Sardan menegaskan, mungkin usulan seperti itu
bisa saja dipertimbangkan pada tahun depan. "Bisa saja dinaikkan tahun
depan. Tapi, harus disesuaikan dengan fungsi dan tugas bidang
masing-masing, serta prinsip penghematan anggaran," terangnya.
Selain itu, Sardan juga membantah jika keberadaan Staf Khusus Presiden
tidak memiliki peran yang berarti. Sejauh ini peran kedua belas Staf
Khusus banyak membantu tugas-tugas Kepresidenan. "Tidak baik menuduh
seperti itu. Staf khusus memiliki peran yaitu membantu tugas
Presiden, dan hal itu sudah dilaksanakan semaksimal mungkin," tandasnya.
Hanya Jadi Kaki Tangan Politik Presiden
Arif Wibowo, Anggota Komisi II DPR
Anggaran 27 miliar yang dialokasikan untuk 12 pembantu presiden harus
sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Sangat keterlaluan
jika sudah diberikan anggaran yang diambil dari APBN, tapi tidak bekerja
apa-apa.
Semua anggaran yang dikeluarkan negara harus sesuai dengan fungsi dan
tugasnya, serta didasarkan kepada prinsip money follow function.
Artinya, bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing, sedangkan
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggungjawab
pemerintahan pusat dibiayai dari APBN.
Saya kira keberadaan, fungsi, tugas, dan urgensinya Staf Khusus
Presiden harus diperjelas lagi, mengingat dari Sekretariat Kabinet
belum memberikan penjelasan. Padahal, sudah ada menteri dan
jajarannya, ditambah pimpinan lembaga negara lainnya yang diangkat
langsung untuk membantu tugas Presiden. Dikhawatirkan, Staf Khusus
itu malah tumpang tindih dengan lembaga lain.
Sering kali pembantu Istana itu hanya dijadikan alat dan kaki tangan
politik Presiden. Bahkan, dalam beberapa isu politik, Staf Khusus malah
menjadi bias politik, dan ikut mencampuri urusan politik praktis
Semestinya hal itu tidak boleh dilakukan. Tugas penting Presiden
semestinya lebih fokus kepada urusan politik kenegaraan dalam dunia
internasional, tidak melulu mengurusi partai politik yang didirikannya.
Menjadi Tumpang Tindih Dan Rancu
Roy Salam, Peneliti Indonesia Budget Center
Presiden SBY dinilai ingkar janji terkait penghematan penggunaan
anggaran negara yang selama ini didengung-dengungkannya. Justru di
lingkungannya sendiri terjadi pemborosan.
Misalnya, proyek pembangunan areal parkir di kompleks Istana yang
menelan biaya Rp 10,6 miliar, dan anggaran bagi ke-12 Staf Khusus
Presiden yang mencapai 27 miliar. Seharusnya tidak perlu ada proyek
renovasi yang tujuannya hanya sekadar mempercantik Istana, serta
besarnya anggaran Staf Khusus yang hanya memboroskan APBN.
Setahu dia, tugas dan fungsi Staf Khusus Presiden semestinya tidak
lebih mengorganisir kegiatan-kegiatan Presiden. Maka anggarannya pun
semestinya tidak sampai sebesar itu. Apalagi, jika setiap bidang Staf
Khusus memiliki fungsi yang hampir sama dengan Kementerian dan
Lembaga Negara, maka tugas pemerintahan akan menjadi rancu dan
tumpang tindih.
Pemerintah dinilai tidak konsisten karena pada awal tahun 2011, pernah
menerbitkan Inpres Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja
Kementerian/Lembaga tahun Anggaran 2011. Namun tidak sepenuhnya
dilaksakan oleh para pembantu Presiden.
Semua pejabat termasuk Presiden harusnya sudah memahami konsep
penghematan daripada menghamburkan duit negara untuk hal mubadzir,
sebaiknya kebutuhan rakyat harus segera dipenuhi pemerintah
sehingga program-program kesejahteraan menjadi prioritas utama.
Masih banyak kebutuhan rakyat yang belum dipenuhi negara, tapi kenapa
uang negara dihambur-hamburkan. Ini akan jadi contoh buruk karena
Presiden SBY banyak bicara hemat anggaran, tapi kenyataannya berbeda.
[Harian Rakyat Merdeka]
http://www.rmol.co/read/2012/04/14/60615/Staf-Khusus-Informasi-Dijatah-Rp-7,1-Miliar-
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.