Kamis, 12 April 2012

[Koran-Digital] Tambang Rugikan Negara Rp1,1 Triliun

Baru sekitar 22% kewajiban pertambangan telah dibayarkan. Sisanya harus ditagih.

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) me nemukan penyim pangan atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan dana bagi hasil (DBH) di sektor pertambangan pada semester II 2011 sebesar Rp488,52 miliar. Angka tersebut menambah total potensi kerugian penerimaan negara dari sektor pertambangan hingga 31 Desember 2011 mencapai Rp1,1 triliun.

Demikian diungkapkan ang gota BPK Ali Maskyur Musa dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Ia menyatakan pihaknya telah melaporkan penyimpangan tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk ditindaklanjuti.
“BPK meminta Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) secara aktif menagih potensi penerimaan negara yang belum dibayarkan tersebut,“ ujarnya Ali menjelaskan temuan penyimpangan diperoleh dari pemeriksaan atas Kementerian ESDM dan tujuh pemerintah kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Samarinda, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Barito Selatan.

BPK juga memeriksa 77 pemegang kuasa pertambangan (KP) atau izin usaha pertambangan, 10 kontraktor perjanjian karya penguasaan pertambangan batu bara (PKP2B), serta instansi terkait lainnya di Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.

Hasil pemeriksaan, lanjut Ali, mengungkapkan kekurangan penerimaan negara dari iuran tetap dan royalti serta denda administratif di semester II 2011 sebesar Rp95,58 miliar dan US$43,33 juta, atau secara keseluruhan mencapai Rp488,52 miliar.

“Baru sekitar Rp122 miliar atau 22% telah dibayarkan. Sisanya harus ditagih. Jika tidak ditagih, akan ada konsekuensi hukum,“ ungkapnya.

BPK juga menemukan 64 pemegang izin usaha pertambangan belum menyampaikan rencana reklamasi dan/ atau rencana pascatambang.
Kemudian 73 pemegang izin usaha pertambangan dan dua pemegang PKP2B belum menempatkan jaminan reklamasi minimal Rp2,45 miliar.

“Atas hal ini, BPK meminta Kementerian ESDM mengubah aturan untuk mensyaratkan jaminan reklamasi dalam permohonan izin pertambangan atau perpanjangan kontrak,“ tutur Ali.

Menteri ESDM juga diminta menyiapkan aturan tentang tata cara administratif dan tata cara pengawasan terhadap pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Hentikan operasi Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, dari 10.235 perusahaan tambang yang tercatat, sebanyak 4.151 perusahaan (40,55%) dinyatakan clean and clear per 1 Maret 2012. Adapun sisanya, yakni 6.084 perusahaan atau 59,45%, belum clean and clear atau masih dalam proses rekonsiliasi dengan instansi terkait.

“BPK akan memeriksa lebih lanjut perusahaan yang belum clean and clear. Apabila ditemukan unsur pelanggaran hukum, ESDM diminta menghentikan operasi perusahaan tersebut,“ tandas Ali.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyebut ada sekitar 6.000 izin pertambangan yang bermasalah.
Hal itu merugikan negara dan menyebabkan kontribusi pertambangan lebih rendah daripada seharusnya. (Mrc/E-1)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/13/ArticleHtmls/Tambang-Rugikan-Negara-Rp11-Triliun-13042012017029.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.