Jumat, 13 April 2012

[Koran-Digital] Adian Husaini: “MONYET SAJA TAHU!”

Catatan Akhir Pekan ke-334

Mengapa Kita Menolak RUU Kesetaraan Gender (4)

Jum'at, 13 April 2012

"MONYET SAJA TAHU!"

Oleh: Dr. Adian Husaini

Louann Brizendine, M.D., adalah seorang dokter syaraf di University of
California, San Francisco, AS. Lulusan Fakultas Kedokteran Harvard ini
belakagan popular melalui bukunya, berjudul The Female Brain dan The
Male Brain. Melalui penelitian dan pengalamannya yang panjang, selama 25
tahun sebagai dokter, Brizendine menemukan bahwa sejak awal mula
kelahirannya, laki-laki dan perempuan sudah memiliki berbagai perbedaan.
Bukan hanya fisik, tetapi juga otak, sifat dan perilakunya.

Simaklah paparan Dokter Brizendine berikut ini:

"Otak laki-laki dan perempuan berbeda sejak masa kehamilan. Jelas kalau
kita mengatakan bahwa semua sel di dalam otak dan tubuh laki-laki adalah
laki-laki. Tetapi, ini berarti ada perbedaan, di setiap tingkatan dari
setiap sel, antara otak laki-laki dan perempuan. Sel laki-laki memiliki
kromosom Y dan otak perempuan tidak memilikinya. Itu perbedaan kecil.
Perbedaan penting mulai terjadi di awal pembentukan otak, ketika gen
menetapkan tahapan untuk proses pembentukan tahapan DNA lebih lanjut
oleh hormon. Delapan minggu usia kehamilan, testikel laki-laki mungil
mulai menghasilkan testosteron yang cukup banyak untuk merendam otak dan
pada dasarnya mengubah strukturnya. Selama kehidupannya, otak laki-laki
akan dibentuk dan dibentuk ulang sesuai dengan cetak biru yang dirancang
oleh gen dan hormon seks laki-laki. Dan, biologi otak laki-laki ini
menghasilkan perilaku laki-laki yang unik." (Louann Brizendine, Male
Brain, Mengungkap Misteri Otak Laki-laki, Jakarta: Ufuk Press, 2010,
hal.13-14).

Lebih jauh, Louann Brizendine mengungkapkan: "Di dalam otak perempuan,
hormon estrogen, progresteron, dan oksitonin memengaruhi sirkuit otaknya
terhadap perilaku khas perempuan… Dampak perilaku dari hormon pria dan
wanita pada otak sangat besar." (hal. 15)

Perbedaan otak laki-laki dan perempuan dipertegas lagi oleh Dokter
Louann Brizendine:

"Laki-laki juga memiliki pusat otak yang lebih besar untuk tindakan yang
memerlukan otot dan agresi. Area otak untuk melindungi pasangan dan
mempertahankan wilayah yang menjadi tindakan utama dimulai pada masa
pubertas. Masalah struktur kekuatan dan hierarki lebih berpengaruh bagi
laki-laki daripada yang disadari banyak perempuan. Laki-laki juga
memiliki pemroses yang lebih besar di inti bidang otak yang paling
primitif, yang menyalakan rasa takut dan memicu agresi protektif, yaitu
amigdala." (hal. 17).

Brizendine mengungkapkan cerita menarik seputar perilaku anak laki-laki
dan perempuan yang ternyata memiliki perbedaan unik. Soal memilih
permainan anak-anak, misalnya. Ternyata anak laki-laki dan perempuan
sudah memiliki kecenderungan alamiahnya masing-masing. Suatu ketika,
David (4 tahun), anak laki-lakinya, diberinya mainan mobil-mobilan
berwarna lembayung muda. Tanpa diduganya, David melemparkan mainan itu
ke dalam kotak. "Itu mobil anak perempuan," ujarnya. Lalu, ia mengambil
mobil berwarna merah terang dengan strip hitam, sambil berkata: "Ini
mobil anak laki-laki!"

Menurut Dokter Brizendine, para peneliti sudah menemukan bukti, bahwa
anak laki-laki pada usia empat tahun cenderung menolak mainan anak
perempuan dan bahkan mainan dengan "warna perempuan" seperti warna merah
muda. Saat anaknya berumur 3,5 tahun, sengaja dia memberinya banyak
mainan anak perempuan. Sebagaimana kaum feminis lainnya, ia berharap,
anak laki-lakinya tidak bersikap agresif dan lebih kooperatif. Suatu
ketika, anaknya dibelikan boneka Barbie. Ia berharap, anaknya akan
senang menerimanya. Tetapi, harapannya sia-sia.

"Begitu dia mengeluarkan boneka itu dari kemasan, dia menggenggam tubuh
boneka itu dan menghunuskan kaki boneka itu ke udara seperti sebuah
pedang. Dia berteriak, "Eeeeehhhhh, rasakan!" ke sejumlah musuh
khayalannya. Saya agak kecewa karena saya adalah bagian dari generasi
feminis gelombang kedua yang telah memutuskan bahwa kami akan
membesarkan anak laki-laki yang peka dan tidak agresif atau terobsesi
dengan senjata serta persaingan." (hal. 39-40).

Menurut Louann Brizendine, sikap dan perilaku anak laki-lakinya hanyalah
praktik dari otak laki-lakinya untuk melindungi diri secara agresif.
Mainan khas "anak perempuan" yang diberikannya, tidak membuat anaknya
menjadi lebih "feminin". Tindakan untuk memberikan mainan anak laki-laki
ke anak perempuan pun tidak membuat si anak menjadi lebih maskulin.

Para peneliti, papar Brizendine, mencoba meneliti perbedaan sikap
laki-laki dan perempuan itu lebih mendasar lagi, dengan melakukan
penelitian pada otak monyet muda. Sebab, monyet tidak terbiasa dengan
permainan yang membedakan gender "maskulin" atau "feminin". Kata mereka,
ini akan menjadi bahan penelitian yang bagus.

Lalu, dibuatlah model penelitian yang unik. Monyet-monyet jantan dan
betina muda diberikan dua jenis pilihan mainan. Mereka disuruh memilih
mainan kendaraan beroda dan boneka manusia yang mewah. Hasilnya?
Ternyata, monyet jantan – semuanya -- memilih mainan beroda; dan monyet
betina memilih bermain dengan boneka manusia dan mainan beroda pada
periode waktu yang sama.

*****

Bagi kita yang meyakini kebenaran ajaran Islam, temuan-temuan Louann
Brizendine itu memberikan indikasi yang kuat bahwa memang ada perbedaan
yang mendasar antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, Allah Yang
Maha Kuasa telah memberikan peran dan tanggung jawab yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan. Karena itu, kaum Muslimat yang memahami
agamanya dengan baik dan ridha dengan kondisi fitrahnya sebagai
perempuan, tidak mempersoalkan pembedaan peran dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan.

Dalam konsep Islam, laki-laki dan perempuan sudah setara. Mereka setara
di hadapan Allah. Siapa saja yang beriman dan beramal shaleh, akan dapat
pahala dari Allah. Tiada beda laki-laki dan perempuan. Tetapi, Islam
juga memberikan tugas, peran, dan tanggung jawab yang berbeda dalam
beberapa hal. Karena itulah, kaum Muslimah pada umumnya tidak memandang
keaktifan di luar rumah sebagai bentuk kegiatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, pendamping
suami, dan pendidik bagi anak-anaknya.

Bahkan, Rasulullah SAW dalam beberapa hadis menekankan derajat
ketinggian seorang Ibu dibandingkan dengan seorang ayah. Ketika seorang
bertanya kepada Rasul SAW, siapa yang harus dia hormati, sebanyak dua
kali, Rasul SAW menjawab: "Ibumu!" Yang ketiga, baru dijawab: "Ayahmu!"
Rasulullah SAW juga menegaskan, keridhaan Allah terletak pada keridhaan
kedua orang tua (walidain), dan kemurkaan Allah tergantung kepada
kemurkaan kedua orang tua. Dalam hal ini, ayah dan ibu diposisikan
begitu tinggi di hadapan seorang anak.

Itulah cara pandang seorang Muslim atau Muslimah yang memahami agamanya
dengan baik dan ridha akan peran yang diberikan Tuhannya. Tetapi, tidak
demikian halnya jika seseorang sudah terjangkiti virus Kesetaraan Gender
atau feminisme liberal, yang memandang perbedaan peran laki-laki dan
perempuan dalam kacamata penindasan terhadap perempuan. Dr. Katherine
Bullock, dalam bukunya, Rethinking Muslim Women and The Veil, (London:
The International Institute of Islamic Thought, 2002), menulis tentang
masalah ini: "Many feminists argue that to believe in male-female
differences is to accede to women's oppressions, because it is these
differences that have been used to stop women from realizing their
potential." (hal. 58).

Jadi, menurut Dr. Bullock, banyak perempuan feminis berpendapat, bahwa
pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai cara
untuk mematikan potensi perempuan. Cara pandang semacam ini, menurut
penelitian Dr. Bullock, sangat berbeda dengan cara pandang banyak kaum
Muslimah yang dia temui. Muslimah punya cara pandang tentang
"kesetaraan" (equality) yang berbeda dengan konsep kesetaraan kaum
feminis. Menurut muslimah, tulis Doktor Filsafat Politik dari University
of Toronto Kanada, ini: "the principal definition of equality was how
human beings stood in relation to God." Al-Quran dengan tegas
menyatakan, bahwa laki-laki dan perempuan adalah "setara" (equal) di
hadapan Allah.
Sayangnya, konsep "Kesetaraan" antara laki-laki dan perempuan dalam
Islam seperti ini, sepertinya diabaikan begitu saja dalam penyusunan
draft RUU-Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG), sehingga dibuat
definisi: "Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi
perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses,
berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua
bidang kehidupan." (pasal 1:2).

Jadi, "kesetaraan" dalam draft RUU-KKG ini bermakna "kesamaan kondisi
dan posisi" laki-laki dan perempuan di semua bidang kehidupan. Karena
itulah, seperti kita bahas dalam CAP ke-333 lalu, para aktivis KKG ini
mengejar kesamaan peran secara nominal sebanyak 50:50 antara laki-laki
dan perempuan, seperti disebutkan dalam pasal 4 ayat 2 RUU-KKG yang
menyebutkan: "perempuan berhak memperoleh tindakan khusus sementara
paling sedikit 30 % (tiga puluh perseratus) dalam hal keterwakilan di
legislative, eksekutif, yudikatif, dan berbagai lembaga pemerintahan
non-kementerian, lembaga politik dan lembaga non-pemerintah, lembaga
masyarakat di tingkat daerah, nasional, regional dan internasional."

Jika ada yang tidak mendukung cara pikir semacam ini, maka akan
diberikan cap "bias gender" atau "diskriminasi gender". Kaum pegiat KKG
ini juga biasa merujuk kepada UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, akan makna
"diskriminasi terhadap perempuan", yang diartikan: "setiap pembedaan,
pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang
mempunyai pengaruh atau bertujuan untuk mengurangi, menghapuskan
pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia, dan
kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, social, budaya,
sipil, dan lain-lain, terhadap perempuan."

Jurnal Perempuan edisi 47, membuat tafsir terhadap makna "diskriminasi"
yang melanggar Undang-undang, diantaranya adalah ketentuan dalam
RUU-Anti Pornografi dan Pornoaksi yang membedakan antara dada laki-laki
dan perempuan, dimana ada keharusan perempuan untuk menutupi dadanya.
Sementara laki-laki tidak diharuskan. Jurnal ini menulis: "RUU-APP
secara nyata mendiskriminasi perempuan. Sebagai contoh, dengan
dicantumkannya definisi mengenai bagian tubuh tertentu yang sensual
yaitu "sebagian payudara perempuan". Sementara sebagian payudara
laki-laki tidak dikatakan sensual." (hal. 36-37).

Kita yang masih normal insyaAllah paham, bahwa dada laki-laki memang
berbeda dengan dada perempuan, yang dari asalnya sana memang sudah
memiliki payudara. Karena itulah, hanya perempuan – dengan payudaranya –
yang bisa menyusui bayi. Logika kita mengatakan, perintah untuk menyusui
bayi, diberikan Allah kepada kaum perempuan, bukan kepada kaum
laki-laki. Karena itu pula, Allah SWT memerintahkan wanita mukminat
untuk mengulurkan kerudungnya menutupi dadanya. Perintah menutupi dada
dengan kerudung seperti itu tidak disampaikan kepada kaum laki-laki. Di
dalam Perjanjian Baru, Kitab Korintus, perintah berkerudung juga
diberikan hanya kepada perempuan.

Maka sungguh sulit kita pahami bahwa aktivis KKG di Jurnal Perempuan
minta agar kondisi dada laki-laki disamakan dengan dada perempuan! Jika
soal "dada" saja, para aktivis KKG ini minta disamakan antara laki-laki
dan perempuan, bisa kita pahami, bahwa mereka minta disamakan dalam
semua bidang kehidupan.
Walhasil, kita sungguh-sungguh tidak paham dengan cara berpikir
aktivis KKG seperti ini. Tapi, jika merujuk kepada penelitian Dr. Louann
Brizendine, mungkin monyet lebih paham! Wallahu a'lam
bil-shawab.*/Bogor, 13 April 2012

Penulis Ketua Program Studi Pendidikan Islam—Program Pasca Sarjana
Universitas Ibn Khaldun Bogor). Catatan Akhir Pekan (CAP) bekerjasama
antara Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com

http://www.hidayatullah.com/read/22192/13/04/2012/mengapa-kita-menolak-ruu-kesetaraan-gender-%284%29.html

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.