Minggu, 01 April 2012

[Koran-Digital] AHMAD ERANI YUSTIKA: Politik Fiskal dan Ekonomi Rakyat

Politik Fiskal dan Ekonomi Rakyat PDF Print
Monday, 02 April 2012
DPR akhirnya membuat kompromi keputusan yang dalam beberapa aspek
menimbulkan ketidakpastian di masa depan.


Pasal 7 ayat 6 UU No 22/2011 dipertahankan, tapi ditambah dengan ayat 6A
yang memberi keleluasaan pemerintah menaikkan harga minyak seandainya
selama enam bulan rata-rata ICP melebihi 15%. Dengan keputusan
itu,postur APBN-P 2012 tentu berpotensi mengalami perubahan lagi, tidak
seperti yang telah disepakati Banggar DPR RI.

Sungguhpun begitu, meski angka-angka itu masih mungkin mengalami
pergeseran, secara keseluruhan terdapat gambaran bahwa konsep "anggaran
sehat" masih jauh dari harapan. Struktur APBN-P 2012 belum
memperlihatkan keberpihakan APBN terhadap kepentingan rakyat karena
porsi belanja birokrasi sama sekali belum dipangkas.Secarakeseluruhan,
keputusan sidang paripurna DPR membuka kembali banyak kemungkinan
ketidakpastian ke depan.

Desain/Struktur Fiskal

Di luar soal keputusan tersebut, terdapat beberapa hal penting yang
perlu dipahami pemerintah. Pertama, subsidi yang dianggarkan dalam APBN
makin lama porsinya kian menciut. Subsidi energi (minyak dan listrik)
pada 2004 masih 23,21% dan turun menjadi 18,8% (APBN-P 2012), sedangkan
subsidi nonenergi (pangan, pupuk, benih, dan lain-lain) pada 2004
sebesar 7,57% yang turun menjadi 3,8% (APBN-P 2012) terhadap belanja
pemerintah pusat (setelah dikurangi dengan dana transfer daerah).

Jika benar subsidi energi selama ini dipandang lebih banyak dikonsumsi
golongan kaya, kenapa subsidi nonenergi (bibit, pupuk, pangan, dan
lain-lain) dari waktu ke waktu juga turun? Deskripsi ini sebetulnya
menunjukkan bahwa narasi subsidi memang hendak dikurangi dan dihilangkan
secara sistematis oleh pemerintah, sebab yang berkurang bukan hanya
subsidi energi, tapi juga subsidi nonenergi. Dalih subsidi energi hanya
menguntungkan kaum kaya hanyalah alibi.

Kedua,politik fiskal pemerintah makin menjauh dari upaya untuk
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.APBN periode 2004–2012
rata-rata tumbuh 19,05% dan belanja pemerintah pusat tumbuh 16,6%, tapi
belanja barang tumbuh 38% pada periode yang sama. Seperti dipahami,
belanja barang dan modal selama ini menjadi salah satu lumbung korupsi
yang melibatkan birokrasi dan pihak luar sehingga pertumbuhan belanja
birokrasi dan modal memberikan peluang yang lebih besar bagi suburnya
praktik inefisiensi anggaran.Ini artinya politik fiskal selama ini hanya
untuk menyantuni birokrasi, bukan menafkahi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, argumen bahwa subsidi sebagian besar dinikmati kelompok
kaya menjadi kurang bermakna karena struktur APBN justru menunjukkan
alokasi yang sedemikian besar untuk birokrasi. Faktor inilah yang
membuat penolakan kenaikan harga BBM menguat karena terjadi eskalasi
kecemburuan ekonomi/sosial masyarakat. Ketiga, pemerintah harus segera
mengembalikan harga barang ke level semula, yaitu sebelum ada ekspektasi
BBM naik.Selama Maret 2012 hargaharga barang telah merangkak naik akibat
rencana kenaikan harga BBM,misalnya harga cabai rawit Rp22.000/kg serta
minyak goreng curah dan gula masingmasing Rp9.500/kg.

Namun begitu isu kenaikan harga BBM berembus,harga cabai rawit itu sudah
naik menjadi Rp32.000 (naik 45%), Rp11.000 untuk minyakcurahdangula(
naik15,8%). Pola yang sama terjadi pada komoditas daging,bawang merah,
pupuk urea tepung terigu, dan lain-lain (Kompas,26/3). Secara sistematis
upaya yang bisa dilakukan pemerintah antara lain: (i) menambah pasokan
bagi komoditas yang tingkat harganya sudah naik cukup tinggi, seperti
yang disampaikan di muka dan (ii) menjaring para spekulan yang memainkan
pasokan barang (misalnya dengan cara menimbun di gudang) dengan penalti
yang keras sehingga memiliki efek jera.

Agenda Penguatan Ekonomi

Akibat ketidakpastian harga minyak ke depan, pemerintah
perlumenyusunlangkah-langkah sistematis untuk memperkuat daya tahan
ekonomi rakyat lapis bawah. Data BPS (2011) menunjukkan jika pengeluaran
masyarakatdibagidalam 10kelas(desil), akan dijumpai data sebagai
berikut: pengeluaran terendah kelompok pertama dan kedua, yakni sekitar
Rp153.000 dan Rp204.000/ kapita/bulan, pada 2010 hanya tumbuh 9,08% dan
8,25%.

Sebaliknya,pengeluaran tertinggi kelompok pertama dan kedua,yaitu
sekitar Rp1,48 juta dan Rp768.000/kapita/bulan,pada tahun yang sama
tumbuh 15,36% dan 18,77%. Dengan begitu,mereka yang pengeluarannya besar
boleh dikatakan pertumbuhan pendapatannya dua kali lipat dibandingkan
dengan kelompok miskin. Kelompok miskin ini mudah sekali goyah ketahanan
ekonominya akibat guncangan ekonomi, termasuk kenaikan harga
BBM,sehingga penguatan ekonomi kepada kelompok ini merupakan hal yang
niscaya.

Berikutnya, pemerintah mesti dengan tekun dan serius menggeser model
pembangunan ekonomi agar konstituen ekonomi yang menikmati pertumbuhan
ekonomi hanya lapisan atas. Pertama, sektor pertanian dan industri
pengolahan (berbasis alam dan pertanian) dikembangkan sehingga struktur
pekerja sebagian besar bekerja di sektor formal. Pengembangan kedua
sektor ini akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan
pengurangan kemiskinan secara cepat.

Kedua,pasar tradisional yang saat ini menjadi sandaran sekitar 8 juta
penduduk dihidupkan dan diperkuat lagi, salah satunya dengan mengatur
persaingan usaha yang sehat.Pasar modern harus dikendalikan
pertumbuhannya, bila perlu dilakukan moratorium pembangunan pasar modern
sehingga membuka ruang hidup pasar tradisional. Ketiga, sokongan yang
tidak kenal henti kepada pelaku UMKM dan koperasi, baik melalui dukungan
pendanaan, sistem informasi, penjualan maupun perluasan jaringan.

Dengan seluruh problematika ekonomi di atas, Indef sendiri sejak awal
telah merekomendasikan agar kenaikan harga BBM ditunda dan pemerintah
melakukan lima agenda strategis terlebih dulu sebelum harga BBM
dinaikkan,yaitu sebagai berikut. Pertama, politik fiskal harus
menunjukkan pemihakan kepada masyarakat, bukan untuk kepentingan
birokrasi, pembayaran utang, dan fasilitasi korupsi.

Kedua, reforma agraria harus dilaksanakan dan dituntaskan sehingga
rata-rata luas lahan rumah tangga petani menjadi 2 hektare. Ketiga,
struktur tenaga kerja harus diupayakan menjadi pekerja formal (sekitar
75%) dan sisanya pekerja informal. Keempat, moratorium pembangunan pasar
modern dan pemerkuatan pelaku pasar tradisional. Kelima, mengembalikan
penguasaan pengelolaan SDA kepada negara serta swasta asing dan domestik
diberi peran maksimal 20%.

Pengembangan energi alternatif telah dijalankan secara
sistematis,termasuk penataan transportasi publik yang nyaman,murah,dan
masif. Langkah-langkah inilah yang membuat ekonomi rakyat kuat dan
kenaikan harga minyak tidak menimbulkan resistensi dari masyarakat.●

AHMAD ERANI YUSTIKA
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Direktur
Eksekutif Indef

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/482506/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.