Senin, 02 April 2012

[Koran-Digital] DEWI ARYANI: Inkonstitusionalitas APBN-P 2012

Inkonstitusionalitas APBN-P 2012 PDF Print
Tuesday, 03 April 2012
Pembahasan Revisi UU N0. 22 tahun 2011 tentang APBN-P yang sudah
disepakati tanggal 30 Maret 2012 lalu dalam sidang paripurna DPR selain
berpotensi melanggar konstitusi juga mengandung kontradiksi dalam pasal 7.


Syarat kondisionalitas dalam pasal 7 ayat (6a) yang menyebutkan bahwa
"Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil
Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan
lebih dari 15 persen dalam waktu 6 bulan dari harga minyak internasional
yang diasumsikan dalam APBN-P tahun 2012, pemerintah berwenang melakukan
penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung" secara
materiil menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan hukum.

Pasal 7 ayat (6a) ini juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi tahun 2004 atas judicial review pasal 28 ayat (2) UU No.22
Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam putusan MK tersebut
disebutkan bahwa "harga minyak dan harga gas bumi yang diserahkan kepada
mekanisme persaingan usaha"bertentangan dengan mandat Konstitusi Pasal
33 karena mendorong liberalisasi pengelolaan minyak dan gas bumi. Sikap
sejumlah partai politikyangmengambangkanopsi kenaikan BBM melalui
kondisionalitas sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (6a) selain sangat
berkarakter politik pencitraan juga memiliki tiga kelemahan
konstitusionalitas.

Pertama, pasal ini memberikan kewenangan yang sangat besar kepada
pemerintah untuk menentukan harga eceran BBM bersubsidi.Hal ini
bertentangan dengan semangat pasal 20 UUD 1945 yang memberikan kekuasaan
kepada DPR sebagai pembentuk Undang-Undang.Apalagi hal ini terkait
dengan hajat hidup orang banyak. Dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945
disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

Pasal 7 ayat (6a) revisi UU No. 22 tahun 2011 jelas mencabut fungsi
legislasi dan anggaran yang dimiliki oleh DPR dalam menentukan besaran
anggaran pendapatan dan belanja negara. Dengan demikian pasal ini
berpotensi mengandung unsur inkonstitusionalitas. Kedua, pasal 7 ayat
(6a) bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2004 atas
judicial reviewUU No. 22 tahun 2001. Putusan MK yang mengabulkan
larangan penentuan harga minyak dan gas bumi berdasarkan mekanisme pasar
masih berlaku hingga kini, sehingga kondisionalitas pasal 7 ayat (6a)
tersebut bertentangan dengan putusan MK tersebut.

Ketiga, pasal 7 ayat (6a) bertentangan dengan semangat pasal 33 ayat
(1), (3) dan (4) UUD 1945, karena berpotensi menyebabkan terlanggarnya
semangat asas ekonomi kekeluargaan, prinsip penguasaan negara atas bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan prinsip keadilan
dan kebersamaan. Selain itu, pasal 7 ayat (6a) juga berpotensi
menyebabkan pengabaian hak setiap orang atas perlindungan dan kepastian
hukum yang adil.

Selain bertentangan dengan berbagai macam pasal UUD 1945, pasal 7 ayat
(6a) jugamengandung contradictory in substancedengan pasal 7 ayat (6)
yang menyebutkan bahwa harga eceran BBM bersubsidi tidak mengalami
kenaikan. Kedua ayat ini yaitu (6) dan (6a) jelas memberikan
ketidakpastian hukum kepada rakyat. Secara keseluruhan revisi UU No 22
tahun 2011 tentang APBN-P jelas mengandung sebuah ketidakpastian yang
sangat besar.

Hal ini karena semua perencanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat harus menunggu bergerak naik atau turunnya harga minyak di
pasar internasional. Hal ini tentu akan menyebabkan kesulitan yang
sangat besar dalam persiapan implementasi APBN-P 2011,terutama karena
secara teknis lemahnya persiapan bagi program-program kompensasi
pengalihan subsidi BBM. Bukan tidak mungkin program-program kompensasi
ini akan dilaksanakan dalam waktu yang terburu-buru, sehingga
menimbulkan persoalan korupsi baru dan ketidakefektifan penyerapan anggaran.

Jika ini terjadi maka kembali rakyat dirugikan dengan kenaikan harga
BBM. Rangkaian pelanggaran justru diciptakan oleh para anggota dewan
sendiri. Sungguh menjadi tragedi konstitusi yang perlahan membawa negara
kepada ambang kehancuran. Sungguh memilukan, pada saat rakyat harus
dibantu bangkit dari keterpurukan hidup dan negara harus dipulihkan
fondasi ekonominya, yang terjadi justru sebaliknya. Penghancuran
konstitusi. Kalau sudah begini rakyat tidak dapat disalahkan jika akan
bergerak mencari solusinya sendiri.●

DEWI ARYANI
Anggota Komisi 7 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Kandidat Doktor
Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/482862/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.