Selasa, 10 April 2012

[Koran-Digital] JANEDJRI M GAFFAR: Politik Hukum Pemilu

Politik Hukum Pemilu PDF Print
Wednesday, 11 April 2012
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu saat ini memasuki
tahapan akhir yang menyisakan tiga persoalan, yaitu sistem pemilihan
antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup, besaran
parliamentary threshold (PT),dan alokasi kursi DPR untuk setiap daerah
pemilihan.


Awal minggu ini rapat konsultasi pimpinan Pansus RUU Pemilu telah
berhasil menyepakati alokasi kursi DPR di tiap daerah pemilihan yaitu
3–10 kursi, sama dengan ketentuan UU Pemilu sebelumnya. Dua persoalan
yang tersisa adalah terkait sistem pemilihan dan besaran PT. Untuk
memilih dan menentukan sistem pemilihan serta besaran PT, pembentuk
undang-undang tentu harus menjadikan politik hukum pemilu yang terdapat
dalam UUD 1945 serta desain jangka panjang sistem politik nasional
sebagai acuan utama.

Kini sudah saatnya pematangan sistem politik melalui penerapan dan
pengembangan hukum pemilu secara konsisten. Ketentuan mengenai pemilu
diatur di dalam Pasal 22E UUD 1945.Mahkamah Konstitusi (MK) dalam
Putusan Nomor 3/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa ketentuan UUD 1945
memberikan rambu-rambu mengenai pemilu yang meliputi; a) Pemilu
dilaksanakan secara periodik lima tahun sekali, b) Dianutnya asas pemilu
luber dan jurdil, c) Tujuan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD,
presiden, dan wakil presiden, d) Peserta pemilu yang meliputi partai
politik dan perseorangan, dan e) Penyelenggara pemilu.

Prinsip kedaulatan rakyat dalam Putusan MK Nomor 22- 24/PUU-VI/2008
dinyatakan sebagai prinsip yang sangat mendasar dan dipandang sebagai
moralitas konstitusi yang memberi warna dan sifat pada keseluruhan
undang-undang di bidang politik. Terkait dengan peran partai politik dan
pemilih dalam sistem pemilihan, putusan tersebut menyatakan bahwa peran
rekrutmen partai politik tidak boleh melanggar prinsip kedaulatan
rakyat.Ketentuan lain dalam UUD 1945 yang harus dijadikan acuan politik
hukum pemilu adalah arah penyederhanaan partai politik.

Walaupun secara tegas tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa sistem
kepartaian yang dianut adalah sistem multipartai sederhana,hal itu dapat
dilihat dari latar belakang pembahasan Perubahan UUD 1945 yang
melahirkan ketentuan Pasal 6A ayat (2) yang menentukan bahwa pasangan
calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik.Frasa "gabungan partai politik" lahir dari
maksud perumus perubahan UUD 1945 untuk mengarahkan pada sistem
multipartai sederhana.

Sistem Pemilihan

Sejak masa Reformasi, kita telah secara konsisten memilih sistem pemilu
proporsional dengan argumentasi sistem inilah yang menghasilkan indeks
proporsionalitas paling tinggi. Pilihan yang masih tersisa adalah apakah
menggunakan sistem daftar terbuka atau sistem daftar tertutup. Untuk
menentukan pilihan sistem pemilihan tentu harus merujuk kembali kepada
politik hukum konstitusi,terutama prinsip kedaulatan rakyat.

Walaupun UUD 1945 tidak menentukan sistem pemilihan apa yang harus
diterapkan, berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat yang telah ditafsirkan
melalui putusan MK, sistem yang harus dipilih adalah sistem yang
memberikan penghargaan dan penilaian tertinggi terhadap suara pemilih
yang tidak boleh didistorsi oleh peran partai politik. Karena itu,
sistem yang sesuai dengan politik hukum konstitusi adalah sistem
pemilihan daftar terbuka.

Sistem ini tentu saja tidak sama sekali meniadakan peran partai karena
partai tetap memiliki peran penting menentukan calon-calon yang hendak
dipilih rakyat. Jika semua nama yang ditetapkan sebagai calon oleh
partai merupakan calon yang berkualitas, tidak ada persoalan lagi apakah
pilihan rakyat berdasarkan kualitas atau popularitas. Hal terakhir yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan sistem pemilihan adalah konsistensi.

Kita berharap konsolidasi demokrasi dan politik nasional dapat dilakukan
menuju sistem yang lebih mapan. Hal itu harus didukung dengan desain
sistem pemilu yang jelas dan dijalankan secara konsisten, tidak
berubah-ubah. Sistem proporsional daftar terbuka telah dianut dalam
Pemilu 2009 melalui UU Nomor 10 Tahun 2008.

Dalam persidangan pengujian UU Nomor 10 Tahun 2008,perkara Nomor 22-
24/PUU-VI/2008, pemerintah dan DPR memberikan keterangan tertulis yang
menyatakan bahwa sistem yang dianut saat itu adalah sistem proporsional
terbuka terbatas sebagai bentuk politik hukum transisional menuju sistem
proporsional terbuka murni.Transisi dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan kepada partai guna mengambil langkah yang diperlukan untuk
menerapkan suara terbanyak.

Parliamentary Threshold

Kebijakan hukum parliamentary threshold (PT) merupakan cara untuk
mewujudkan politik hukum menuju sistem multipartai sederhana. PT
diterapkan sejak Pemilu 2009 menggantikan electoral threshold(
ET).Penerapan PT dinilai oleh MK dalam Putusan Nomor 3/PUU-VII/2009
sebagai kebijakan yang lebih demokratis karena tidak mengancam
eksistensi partai politik dan keikutsertaannya pada pemilu berikutnya.

PT tidak bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak menegasikan prinsip
kedaulatan rakyat serta tidak bersifat diskriminatif karena berlaku
untuk semua partai politik. Karena itu, tidak ada pertanyaan tentang
konstitusionalitas PT. Hal ini juga tercermin dari pandangan semua
fraksi DPR saat ini yang telah menyetujui ada PT, perbedaannya hanya
pada besaran PT.

Di dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 3/PUUVII/ 2009 MK menyatakan
bahwa mengenai besaran angka PT menjadi kewenangan pembentuk
undang-undang dengan rambu-rambu tidak bertentangan dengan hak politik,
kedaulatan rakyat, dan rasionalitas.

Karena itu, hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip demokrasi
adalah penentuan besaran PT tidak boleh merugikan kelompok masyarakat
tertentu, terutama minoritas. Penentuan PT perlu dilakukan secara
proporsional, antara politik hukum penyederhanaan kepartaian dan
perlindungan terhadap keragaman politik. JANEDJRI M GAFFAR Kandidat
Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Diponegoro Sekjen Mahkamah Konstitusi
(MK)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/485410/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.