Minggu, 15 April 2012

[Koran-Digital] Koordinasi Mandek, Desentralisasi Terganjal

Sejak dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, setiap daerah memiliki keleluasaan untuk mengerjakan urusan rumah tangga mereka."

Irwansyah Pengamat politik dari Puskapol UII

DESENTRALISASI dan otonomi daerah merupakan buah dari perjuangan reformasi. Namun, dalam praktiknya selama satu dasawarsa ini, muncul banyak persoalan, terutama yang berkenaan dengan pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Akibatnya, banyak kebijakan pemerintah pusat yang tidak dijalankan oleh pemerintah daerah. Sebaliknya, tak jarang pula permintaan dan harapan pemerintah daerah yang tidak digubris oleh pemerintah pusat.

Apa yang salah dari sistem desentralisasi dan otonomi daerah sehingga memunculkan disharmonitas hubungan pusat-daerah? Pengamat politik dari Pusat Kajian Ilmu Politik (Puskapol) UI, Irwansyah, mengatakan persoalan itu terjadi karena koordinasi antara pusat dan daerah belum terlaksana sebagaimana mestinya.

“Sejak dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, setiap daerah memiliki keleluasaan untuk mengerjakan urusan rumah tangga mereka.

Namun, yang sangat disayangkan ialah koordinasi antara pusat dan daerah tidak selalu berjalan. Padahal, desentralisasi memerlukan ruang koordinasi yang terbuka sehingga tercipta kesepemahaman,” jelas Irwansyah di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia menilai UU Pemda memiliki kelemahan karena pemerintah pusat tidak merumuskan hal-hal atau kewenangan pemerintah daerah secara jelas sehingga ada celah untuk menafsirkan pasal tertentu secara bebas.

Irwan menilai aksi penolakan kepala daerah seperti terkait penaikan harga BBM merupakan cerminan akan praktik otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki posisi tawar dengan alasan mengakomodasi

aspirasi masyarakat yang memilih mereka dalam pemilu kada.

Dalam kaitan itu, ia tidak sepakat jika aksi penolakan yang dilakukan kepala daerah dikatakan sebagai bentuk pembangkangan. Dia lebih melihat fenomena itu sebagai ekses akibat tidak terciptanya kesepemahaman antara pusat dan daerah otonom.

“Desentralisasi kan pola baru.

Karena itu perlu dibangun yang namanya komunikasi dan koordinasi, karena yang terpenting ialah belajar dari proses, bukan belajar lewat peraturan-peraturan saja,” cetusnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari F-PAN Abdul Hakam Naja mengakui bahwa tumpang-tindih kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kendala dalam mewujudkan komunikasi harmonis. Solusi atas persoalan itu, kata dia, adalah merevisi UU Pemda.

“Perbaiki UU Pemda, itu solusi dari masalah selama ini. Dan nanti akan ada ketegasan termasuk masalah etika yang akan masuk dalam UU,” katanya.

Politikus PAN tersebut mengakui selama ini banyak bupati/wali kota yang melakukan potong kompas

ke pusat dalam menyelesaikan masalah, yang seharusnya melewati gubernur atau berjenjang. Karena itu, ia berharap revisi UU Pemda yang akan rampung akhir tahun ini, bisa menjawab semua kebuntuan hubung an pusat-daerah selama ini.

Selanjutnya ia melihat apa yang dilakukan Mendagri Gamawan Fauzi yang mengancam akan memecat kepala daerah yang membangkang, hanyalah sebuah peringatan. “Itu peringatan Pak Gamawan sebelum aturan dalam UU yang baru selesai,” paparnya.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan pemerintah akan mewajibkan seluruh kepala daerah menjalankan setiap program strategis nasional yang sudah dicanangkan. Pemerintah daerah tidak diperkenankan untuk tawar-menawar.

“Kita formulasikan di RUU Pemda bahwa seluruh kepala daerah tanpa

terkecuali wajib menjalankan setiap program yang ditetapkan,” kata Djohermansyah.

Ia mengakui selama masa desentralisasi, sebagian wewenang sudah dilimpahkan ke daerah. Namun, tambahnya, pemerintah daerah harus menjalankan apa yang sudah diprogramkan pemerintah pusat.

“Jadi tidak bisa mereka menolak dengan alasan parpolnya berseberangan.” Djohermansyah menuturkan, kepala daerah mungkin saja berasal dari partai politik yang berbeda pandangan dengan pemerintah. Namun, ketika dilantik menjadi kepala daerah, mereka harus melepaskan atribut parpol.

Mengenai sanksi, ia menyatakan akan diterapkan tindakan yang lebih tegas terhadap kepala daerah yang membangkang atau menolak kebijakan pusat. Tahap pertama adalah teguran. (Che/HZ/*/P-3

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/16/ArticleHtmls/Koordinasi-Mandek-Desentralisasi-Terganjal-16042012023011.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.