Rabu, 11 April 2012

[Koran-Digital] KUSFIARDI: Liberalisasi BBM

Liberalisasi BBM PDF Print
Thursday, 12 April 2012
Pro dan kontra kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mengundang
aksi protes di berbagai tempat sebenarnya bukan semata soal teknis
hitungan harga dan besaran subsidi dalam APBN.


Konteks persoalannya harus dilihat bahwa BBM adalah komoditas strategis.
Selain faktor penggerak perekonomian, BBM juga memiliki daya tarik
bisnis yang keuntungannya menggiurkan. Dengan demikian, pertarungan
politik dalam mempengaruhi kebijakan harga BBM tidak sekadar
tarik-menarik kepentingan politik di dalam negeri Indonesia.Pertarungan
tersebut selain melibatkan kelompok kepentingan di Indonesia, juga
melibatkan pihakpihak eksternal yang berkepentingan untuk melepas
kebijakan harga BBM kepada mekanisme pasar.

Kepentingan eksternal tersebut bisa dilihat setidaknya sejak pemerintah
menandatangani letter of intent (LoI) dengan International Monetary Fund
(IMF) pada 1998. Sejak saat itu pemerintah sudah menjalankan agenda
liberalisasi dengan menghapuskan subsidi harga BBM. Kemudian dilanjutkan
pada 1999 melalui rancangan UU Migas. Pada 2000 pemerintah menerima
utang dari Amerika dan melalui USAID yang bekerja sama dengan Islamic
Development Bank (IDB) dan World Bank (WB) untuk menyiapkan draf UU
Migas yang mengakomodasi semangat liberalisasi sektor energi secara
menyeluruh.

Salah satu bentuknya adalah liberalisasi harga yang dimuat dalam UU
Migas, pasal 28 ayat 2 yang menyatakan bahwa harga BBM dilepas ke
mekanisme pasar. Pada saat UU Migas disahkan, pemerintah telah membuka
izin bagi perusahaan-perusahaan asing untuk beroperasi di sektor migas
Tanah Air,mulai dari hulu sampai ke hilir.Pemerintah juga memberikan
izin kepada perusahaan asing membuka SPBU, kepada lebih dari 40 perusahaan.

Masingmasing perusahaan diperbolehkan membuka sekitar 20.000 SPBU di
seluruh Indonesia. Tindakan pemerintah tersebut sekaligus menghilangkan
posisi dominan Pertamina sebagai perusahaan negara yang selama ini
memiliki hak monopoli untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional.

Kedudukan Pertamina diposisikan sama dengan perusahaan asing dan
didorong untuk berkompetisi termasuk dalam bisnis SPBU. Sejalan dengan
kepentingan bisnis SPBU,dengan pengesahan UU Migas, pemerintah
menargetkan harga BBM bisa segera dilepas ke pasar pada 2005.Pemerintah
juga merencanakan sektor swasta bisa masuk ke bisnis eceran migas secara
penuh pada 2010.

Mengawali proses tersebut, setelah pemerintah menaikkan harga BBM pada
2005, Shell,Petronas, dan perusahaan asing lainnya mulai membuka SPBU di
wilayah Jabodetabek. Langkah tersebut merupakan tahapan dalam
merealisasikan izin dari pemerintah untuk membuka 20.000 SPBU di seluruh
Indonesia oleh lebih dari 40 perusahaan yang sudah mengantongi izin.

Melawan Konstitusi

Sadar akan ancaman liberalisasi tersebut, serikat pekerja Pertamina
mengajukan judicial review terhadap UU Migas ke Mahkamah Konstitusi
(MK).Walaupun tidak membatalkan keseluruhan, MK melalui proses
persidangan menyimpulkan bahwa Pasal 28 tentang pelepasan harga ke pasar
dinilai bertentangan dengan konstitusi. Dengan kesimpulan tersebut,
keputusan MK adalah membatalkan Pasal 28 dalam UU Migas.

Keputusan MK tersebut setidaknya bisa menjadi penghambat berlakunya
harga pasar pada BBM pada 2005 dan menunda target menghilangkan subsidi
dan melepas harga BBM ke pasar.Keputusan tersebut juga menghalangi SPBU
asing yang sudah beroperasi dan ingin mendapat keuntungan maksimal dari
penjualan produk BBM.

Setelah MK menyatakan Pasal 28 tentang pelepasan harga ke pasar dalam UU
Migas bertentangan dengan konstitusi, pemerintah menggunakan istilah
baru untuk mengganti harga pasar yaitu "harga keekonomian". Penggantian
istilah tersebut berlanjut dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga
BBM dan mengurangi subsidi secara bertahap. Pemerintah menargetkan pada
2009 harga BBM tidak ada lagi subsidi dan sudah sesuai dengan harga
pasar minyak dunia.

Kemudian diikuti dengan mengakhiri monopoli Pertamina, membuka peluang
bagi asing untuk berbisnis eceran BBM. Gambaran tersebut menunjukkan
keteguhan pemerintah melaksanakan agenda liberalisasi sektor migas
melalui kenaikan harga BBM. Sulit rasanya untuk menafikan bahwa
keputusan paripurna DPR adalah keputusan yang dibuat untuk melapangkan
jalan bagi liberalisasi BBM.

Apalagi dalam keputusan tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah
untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.Alasan untuk melakukan
penyesuaian tersebut adalah selisih antara harga minyak mentah dan ICP
mencapai 15% dalam enam bulan terakhir. Keputusan DPR ini bisa dimaknai
juga sebagai kemenangan politik kelompok pendukung liberalisasi BBM.
Keputusan tersebut akan memberikan kekuatan hukum pada pemerintah untuk
bisa menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.

Meskipun memiliki kekuatan hukum, tidak bisa dipungkiri bahwa keputusan
DPR tersebut telah mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi yang
membatalkan Pasal 28 UU Migas dan menetapkan bahwa harga BBM yang
diserahkan ke mekanisme pasar bertentangan dengan konstitusi.Keputusan
MK tersebut adalah keputusan yang bersifat final dan mengikat. Tampaknya
liberalisasi BBM akan diupayakan bisa terlaksana dengan segala cara.

Termasuk dengan cara-cara yang melawan konstitusi. Patut kita ingat
betul bahwasanya pelanggaran konstitusi tidak hanya terjadi
sekali.Selain UU Migas pasal mengenai harga pasar batal karena melanggar
konstitusi, sebelumnya juga sudah diputuskan oleh MK bahwa UU Listrik
batal demi hukum karena melanggar konstitusi.Kemudian UU Penanaman Modal
pasal mengenai hak guna usaha juga melanggar konstitusi dan UU APBN tiga
tahun berturut-turut juga melanggar konstitusi.

Menurut perkiraan Jimly Asshiddiqie,waktu masih menjabat ketua Mahkamah
Konstitusi, sebanyak 27% UU melanggar konstitusi. Tindakan pemerintah
yang mendapat legitimasi DPR tersebut, yang kita tahu sangat dipaksakan,
akan menambah daftar pelanggaran konstitusi dalam kebijakan pemerintah.
KUSFIARDI Pengamat Ekonomi dan Pemerhati Kebijakan Publik


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/485767/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.