Rabu, 11 April 2012

[Koran-Digital] TAJUK, Keterbatasan Infrastruktur

TAJUK, Keterbatasan Infrastruktur PDF Print
Thursday, 12 April 2012
Setelah sepuluh tahun lebih era Reformasi bergulir di negeri ini, ocehan
sejumlah kalangan masyarakat mulai membanding-bandingkan situasi zaman
Orde Baru (Orba) semakin nyaring terdengar.

Terutama perbandingan terkait dengan pembangunan infrastruktur. Penguasa
Orba di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto lewat lembaga penyiaran
milik pemerintah hampir setiap saat menyajikan peresmian berbagai jenis
pembangunan infrastruktur.Sekarang biaya pembangunan makin besar, tetapi
minim peresmian sarana infrastruktur.Ada masalah apa? Bahan ocehan
masyarakat tersebut tak bisa dianggap sebagai obrolan warung kopi belaka
yang cenderung tak punya arah dan tujuan.

Studi terbaru dari Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB)
mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
sangat irit mengalokasikan anggaran infrastruktur dibandingkan zaman
Soeharto.Anggaran infrastruktur saat ini,berdasarkan data yang
dipublikasikan ADB, masih di bawah alokasi zaman Orba yang mencapai
sekitar 4–5% dari PDB.

Nah, kalau mengacu pada standar Orba, alokasi anggaran infrastruktur
sekarang seharusnya jauh lebih besar lagi dengan melihat besaran
anggaran yang sudah melebihi seribu triliun rupiah. Misalnya, pemerintah
menetapkan anggaran tersebut sebesar 4–5% dari PDB sehingga pemerintah
tidak perlu berteriak-teriak kekurangan dana. Berdasarkan perhitungan
ekonom dari ADB Edimon Ginting, jika anggaran ditetapkan sekitar 4–5%
dengan asumsi nilai PDB sekitar Rp8.000,setidaknya pemerintah bisa
menyediakan belanja infrastruktur Rp500 triliun.

Sekarang anggaran yang disisihkan hanya Rp178 triliun. Dua tahun lalu
ADB merilis soal jalan di Indonesia dengan kondisi terburuk di kawasan
ASEAN. Kajian itu mengungkapkan, Indonesia memiliki kepadatan jalan
(road densities) terendah di antara negara ekonomi utama di kawasan Asia
Tenggara. Selain itu, panjang jalan yang diaspal per 100 orang juga
terpendek di kawasan ini.

Kajian tersebut masih tetap relevan dengan kondisi sekarang bila melihat
minimnya pembiayaan infrastruktur baik untuk perbaikan apalagi membuat
jaringan jalan yang baru. Pemerintah memang terus berupaya bagaimana
mengatasi infrastruktur yang menjadi ganjalan roda pembangunan.

Dalam pidato Presiden 'Pengantar Nota Keuangan 2012 pada 16 Agustus
2011' ditegaskan soal komitmen pemerintah untuk lebih memusatkan
perhatian pada pembangunan infrastruktur,mulai dari infrastruktur
energi, ketahanan pangan, hingga komunikasi guna mendukung pengembangan
dan peningkatan keterhubungan antarwilayah. Selain itu, pemerintah juga
berjanji mengembangkan dan merehabilitasi 116 bandar udara dan membangun
14 bandar udara, serta berbagai sarana infrastruktur lain di seluruh
Tanah Air.

Masalahnya,bagaimana sumber pembiayaan dari pemerintah yang sangat
terbatas? Secara internal, selain berbagai program yang merangsang
investor baik di dalam maupun luar negeri menanamkan modal untuk
pembangunan infrastruktur, pemerintah juga punya sayap lain yang bisa
dikendalikan yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pusat
Investasi Pemerintah (PIP).

Sayangnya, kedua lembaga tersebut belum berkiprah secara maksimal karena
masih bergumul dengan persoalan dirinya sendiri menyangkut likuiditas
pembiayaan yang masih terbatas. Memang, kita sudah mengantongi predikat
investment grade (layak investasi), namun persoalan infrastruktur yang
memadai masih tetap menjadi prasyarat utama investor

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/485769/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.