Senin, 16 April 2012

[Koran-Digital] M Zaid Wahyudi: Mengatur Rokok, Mencegah Kemiskinan

PENGENDALIAN TEMBAKAU
Mengatur Rokok, Mencegah Kemiskinan
Asep Candra | Selasa, 17 April 2012 | 08:31 WIB
Dibaca: 496


Oleh : M Zaid Wahyudi

Pada saat hampir semua negara meneguhkan komitmen untuk mengendalikan
dampak buruk tembakau, Indonesia justru masih ragu. Tarik ulur
kepentingan ekonomi atas nama petani tembakau dan buruh pabrik rokok
mengorbankan hak hidup sehat rakyat.

Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan dalam
berbagai kesempatan selama Konferensi Dunia untuk Tembakau atau
Kesehatan (WCTOH) di Singapura, 20-24 Maret, mengingatkan keagresifan
industri tembakau untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Dengan sumber
daya yang dimiliki, industri tembakau mampu memengaruhi penentu
kebijakan pengendalian tembakau di berbagai negara.

Marry Asunta dari Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SATCA)
mengatakan, kasus hilangnya Ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan bukti kuatnya intervensi industri
rokok dalam memengaruhi kebijakan.

Hilangnya ayat yang menyebut produk tembakau sebagai zat adiktif secara
gamblang mempertontonkan perselingkuhan industri tembakau dengan
politisi dan birokrasi. Setelah ayat tembakau dikembalikan, berbagai
upaya menggalang dukungan publik melalui akademisi dan organisasi
keagamaan dilakukan, termasuk mendorong pengajuan uji materi ke Mahkamah
Konstitusi.

Dalam memperjuangkan kepentingan, industri tembakau menggunakan petani
tembakau, buruh pabrik, dan industri rokok rumahan sebagai tameng.
Kelompok ini selalu ditonjolkan sebagai korban berbagai kebijakan
pengendalian tembakau.

Padahal, saat aturan pengendalian tembakau di Indonesia masih parsial,
dan penegakannya masih lemah seperti sekarang, petani tembakau dan buruh
pabrik sudah lebih dulu tersisih.

Petani tembakau, buruh, dan industri rokok rumahan tersisih karena tak
mampu bersaing dengan hegemoni industri rokok besar dan multinasional.
Jeratan tengkulak dan sistem ijon pada petani tembakau membuat mereka
sulit lepas dari kemiskinan.

Buku Ekonomi Tembakau di Indonesia yang ditulis Sarah Barber dan rekan
tahun 2008 menyebut, jumlah petani dan pekerja di industri rokok terus
menurun. Jumlah petani tembakau, petani cengkeh, dan pekerja industri
manufaktur rokok 1 juta-1,2 juta orang. Porsi terbesar adalah petani
tembakau, yaitu 503.000 orang.

Konversi tanaman

Penelitian Triasih Djutaharta dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (LD-FE UI) dan rekan tahun 2010 dalam artikel "The
Impact of Excise Increase on Income of Tobacco Farmers" (Dampak Kenaikan
Cukai Rokok terhadap Pendapatan Petani Tembakau) menyebut, 36,1 persen
rumah tangga petani tembakau memiliki pendapatan kurang dari Rp 1 juta
per bulan.

Hanya 39 persen petani tembakau menanam tembakau saja. Sisanya juga
menanam tanaman lain yang lebih menguntungkan, seperti padi, jagung,
ataupun tanaman hortikultura lain. Artinya, konversi petani tembakau
menjadi petani tanaman lain relatif mudah dilakukan jika pemerintah
serius hendak mengendalikan tembakau.

Luas areal yang ditanami tembakau berfluktuasi. Demikian pula tingkat
produksinya. Rendahnya produksi tembakau dipicu rentannya tanaman
tembakau terhadap perubahan cuaca dan serangan hama.

Pada saat sama, impor tembakau dari China, India, dan sejumlah negara
lain terus meningkat. Tahun 2007, produksi tembakau 164.851 ton,
sebanyak 46.834 ton diekspor. Pada saat sama diimpor 69.742 ton tembakau.

"Pendapatan yang rendah membuat petani sensitif jika ada kebijakan yang
akan mengubah pendapatan mereka. Ini membuat mereka mudah dimanfaatkan
pengambil kebijakan dan industri tembakau," kata peneliti Pusat Kajian
Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI
Hasbullah Thabrany.

Nasib petani dan buruh pabrik itu berkebalikan dengan para pemilik
pabrik rokok. Pemilik pabrik rokok besar selalu masuk dalam daftar
orang-orang terkaya di Indonesia.

Miskin dan penyakitan

Pengalaman sejumlah negara menunjukkan, penandatanganan dan ratifikasi
Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) tidak membuat
petani dan industri rokok tutup. Industri tembakau di China, Jepang, dan
India tetap bertahan meski ada aturan ketat untuk mengendalikan
peredaran rokok.

Sifat adiksi pada rokok tak membuat perokok berhenti merokok walau ada
aturan ketat. Aturan pengendalian tembakau bukan untuk melarang orang
merokok, melainkan mengatur dan membatasi agar dampak buruk rokok tak
mengenai mereka yang tidak merokok serta mencegah bertambahnya jumlah
perokok remaja dan perempuan.

Peneliti LD-FE UI, Abdillah Ahsan, menunjukkan, pengeluaran untuk rokok
keluarga miskin tahun 2009 menempati urutan kedua setelah beras.

Pembelian rokok sering kali lebih diprioritaskan daripada pangan
bergizi, seperti daging, telur, buah, serta biaya pendidikan dan
kesehatan. Kondisi ini ironis di tengah besarnya jumlah anak kurang
gizi, tingginya angka putus sekolah, dan rendahnya biaya kesehatan.

Dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI, Endang L Achadi,
mengatakan, dampak kurang gizi pada anak balita adalah pendek, kemampuan
kognitif rendah, dan peningkatan risiko penyakit, seperti hipertensi dan
diabetes saat dewasa. Rokok juga menjadi faktor risiko penyakit
kardiovaskular, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis.

Kementerian Kesehatan menyatakan, konsumsi rokok tahun 2010 menyebabkan
pengeluaran tak perlu sebesar Rp 231,27 triliun. Rinciannya, untuk
membeli rokok Rp 138 triliun, biaya perawatan medis Rp 2,11 triliun, dan
hilangnya produktivitas Rp 91,16 triliun.

Pengeluaran ini jauh lebih besar dibandingkan perolehan negara dari
cukai dan rokok. Jika tak segera dikendalikan, pemerintah akan kesulitan
menjamin pembiayaan kesehatan masyarakat miskin dalam Jaminan Kesehatan
Semesta (universal coverage) yang akan diberlakukan pada tahun 2014.

http://health.kompas.com/read/2012/04/17/08310275/Mengatur.Rokok.Mencegah.Kemiskinan

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.