Selasa, 17 April 2012

[Koran-Digital] Negara Lindungi Hak Perokok

Upaya negara meningkatkan derajat kesehatan warganya tidak boleh mengorbankan hak warga lainnya. Pengaturan harus seimbang dan jelas untuk mengakomodasi kepentingan kaum perokok dan kepentingan masyarakat yang tidak merokok. Pemerintah wajib sediakan ruang khusus merokok dan kawasan tanpa rokok.'' Hamdan Zulva Hakim MK

AHKAMAH Konstitusi (MK) mewajibkan pemerintah daerah untuk menyediakan tempat khusus merokok di tempat kerja, di tempat umum, dan di tempat lainnya untuk menjaga hak konstitusional perokok.

Demikian bunyi putusan MK yang mengabulkan gugatan atas Pasal 115 ayat (1) dan Penjelasan UU No 36/2009 tentang Kesehatan, kemarin.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD di Gedung MK, Jakarta.

Para pemohon yang terdiri dari Enryo Oktavian, Abhisam Demosa Makahekum, dan Irwan Sofyan mengajukan pengujian UU No 36/2009 Pasal 115 ayat (1). Mereka menilai adanya kata ‘dapat’ dalam aturan itu memberikan tafsiran yang berbeda.

Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan menyebutkan kawasan tanpa rokok yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lain

nya. Penetapan kawasan tanpa rokok itu wajib dilakukan oleh pemerintah daerah.

Sementara itu, penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan menyebutkan khusus untuk tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

Menurut majelis hakim, kata ‘dapat’ yang tercantum dalam Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan hakim Hamdan Zulva, Pasal 115 UU Kesehatan dan penjelasannya merupakan upaya pemerintah dan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam hal pengamanan zat adiktif, penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan tidak membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.

“Untuk itu, pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya, termasuk, antara lain, di tempat kerja, di tempat umum, dan di tempat lainnya,” kata Hamdan.

Namun MK juga membenarkan dalil para pemohon bahwa aturan itu menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Penyebabnya penjelasan aturan itu memuat kata ‘dapat’ yang berarti pemerintah boleh mengadakan atau boleh pula tidak mengadakan tempat khusus untuk merokok di tempat kerja, di tempat umum, dan di tempat lainnya.

Padahal, kata majelis hakim, merokok merupakan perbuatan yang secara hukum legal atau diizinkan, sehingga dengan kata ‘dapat’ tersebut berarti pe

merintah boleh mengadakan atau tidak mengadakan tempat khusus untuk merokok.

“Frasa ‘dapat’ berimplikasi pada tiadanya proporsionalitas dalam pengaturan tentang tempat khusus merokok yang mengakomodasikan antara kepentingan perokok dan kepentingan publik untuk terhindar dari ancaman bahaya rokok,” ujar Hamdan.

Ia menambahkan hal itu akan menghilangkan kesempatan bagi para perokok untuk merokok manakala pemerintah dalam implementasinya benar-benar tidak mengadakan tempat khusus merokok.

Larangan untuk merokok di tempat tertentu merupakan kewenangan negara, dengan demikian negara wajib mengatur supaya sebagian dari masyarakat tidak dirugikan oleh sebagian masyarakat lainnya.

“Pengaturan harus seimbang dan jelas untuk mengakomodasi kepentingan kaum perokok dan kepentingan masyarakat yang tidak merokok.

Pemerintah wajib sediakan ruang khusus merokok dan kawasan tanpa rokok,” tambah Zulva. (*/P-2)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/18/ArticleHtmls/Negara-Lindungi-Hak-Perokok-18042012003015.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.