Selasa, 03 April 2012

[Koran-Digital] PURWO SANTOSO: Transformasi Koalisi

Transformasi Koalisi PDF Print
Wednesday, 04 April 2012
Koalisi partai-partai politik yang beranggotakan Partai Demokrat, Partai
Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai
Kebangkitan Bangsa, untuk sementara gagal mengukuhkan kehendak
pemerintah: menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 April 2012.


Koalisi ini melunak setelah terbentur kerasnya koalisi-advokasi yang
melawan kehendak mereka. Ketegangan sempat terjadi ketika masing-masing
kubu bersikeras dengan kemauannya. Sementara berbagai segmen masyarakat
juga berkoalisi mendukung perlawanan terhadap koalisi partaipartai
pemerintah. Kiranya menarik ditelaah bagaimana benturan koalisi telah
menjadi penentu keputusan kebijakan. Penggalangan dan ekspresi kemarahan
publik dari kubu antikenaikan harga BBM memang telah menahan kenaikan
harga BBM.

Penentuan kebijakan berbasis koalisi-advokasi ini pun tidak
komprehensif. Obsesi dari koalisi adalah mengalahkan lawan, bukan
mengatasi masalah kebijakan. Sebagai contoh, saat ini, tepatnya ketika
sedang berada di luar lingkaran koalisi, PDIP terlihat gagah berani
menolak kenaikan harga BBM.Namun,partai ini tidak selalu punya cukup
nyali mengerem ketua umumnya (Ibu Megawati) menahan kenaikan harga BBM
saat menjabat sebagai presiden.

Berangkat dari pengamatan sekilas ini, terlihat bahwa pemerintahan yang
berpilarkan koalisi lebih banyak menghabiskan energi untuk mengalahkan
lawan-lawan politiknya. Terpencarnya perpolitikan di negeri ini pada
berbagai aliansi kepartaian, menjadikan siapa pun presidennya kecanduan
koalisi. Akibatnya hanya sedikit sisa energi untuk menangani pokok
permasalahan bangsa ini.

Heroisme Semu

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
berusaha meyakinkan publik bahwa menaikkan harga BBM adalah pilihan
terakhir (terburuk). Sungguhpun demikian, tidak cukup bukti bahwa
langkahlangkah mendasar telah ditempuh sebelum mengagendakan kenaikan
harga BBM.

Dalam ketidakefektifan kebijakan- kebijakan yang dicobakan, pilihan
pemerintah adalah memanfaatkan kekuatan koalisinya di DPR untuk
mengukuhkan agenda: menaikkan harga BBM. Penggalangan kekuatan untuk
berkoalisi menandai sempitnya ruang untuk mengasah k e a r i f a n .
Penentuan kebijakan berbasis kemenangan koalisi-advokasi mengidap
kelemahan asali.Target dari setiap koalisi adalah kemenangan, bukannya
selesainya permasalahan. Koalisi mustahil dapat menjangkau akar masalah
kebijakan. Bingkai "kalah-menang" bukan hanya menjebak kedua pihak
memboroskan energi-publik, namun juga menumpulkan kearifan ataupun
kebijaksanaan.

Koalisi hanya menyelesaikan masalahnya pemenang, bukan masalah publik.
Karena terobsesi untuk menang,diposisimanapunseseorang dalam
koalisi-advokasi, tidak akan sempat memikirkan solusi mendasar.Kalaulah
klausul dalam Undang-Undang Dasar bahwa pengendalian harga BBM harus
dilakukan demi "sebesar- besar kemakmuran rakyat" terus
disitir,masing-masing kubu tidak akan sempat menawarkan solusi konkret
yang realistis namun efektif.

Koalisi niscaya terjebak dalam perjuangan yang dangkal, kalau bukan
heroisme semu. Dari segi substansi kebijakan, menaikkan harga BBM juga
adalah solusi permasalahan energi yang levelnya permukaan. Yang
menyetujui harga tidak naik juga tidak otomatis menjadi lebih sejahtera,
atau berkurang penderitaannya,karena kebijakan itu.

Reframing

Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, sejumlah tantangan baru
perlu dikedepankan dan dicarikan solusi. Dalam konteks inilah, t r a n s
f o r m a s i koalisi-advokasi sangat didambakan. Langkah-langkah untuk
mengharamkan koalisiadvokasi tentulah tidak akan populer. Yang
diperlukan adalah reframing agenda yang diadvokasikan, dengan demikian
mengubah komposisi aktoraktor yang dilibatkan.Sekadar sebagai ilustrasi,
beberapa observasi sederhana berikut ini menarik untuk disimak.

Pertama, advokasi hemat BBM. Indonesia tidak lagi netexporter minyak
bumi. Sementara itu, total konsumsi kita yang terus meningkat. Padahal,
konsumennya adalah kita sendiri. Di sini advokasi yang digalang,
dialamatkan pada diri kita semua.Arah advokasinya pun perlu
digeser,tidak lagi naik pada naik tidaknya harga, tetapi pola konsumsi
BBM. Kedua, proteksi terhadap kelompok miskin. Dampak negatif kenaikan
harga BBM terhadap orang-orang miskin tidak sulit untuk dibayangkan.

Dalam konteks ini,pemerintah ternyata hanya bermain-main dengan
istilah.Pemerintah terkesan bersimpati kepada orang miskin dengan
melabeli program- program penanggulangan kemiskinan—yang sebetulnya
telah ada sejak dahulu—sebagai paket-paket kompensasi. Dalam soal
inilah, koalisi advokasi diperlukan untuk menggulirkan agenda baru.
Pertama-tama koalisi advokasi perlu digalang untuk memastikan bahwa
negara tahu secara akurat siapa saja warga negaranya. Yang terlebih
dahulu harus dituntaskan adalah database yang memuat identitas detail
setiap warga negara.

Dengan database itulah, negara dalam mengirim secara akurat subsidi bagi
yang tidak mampu. Kalau perlu,subsidi itu dikirim langsung ke rekening
masingmasing warga negara. Setelah terpenuhi prasyarat itu, barulah
negara dapat memberikan topping subsidi yang dikaitkan dengan BBM.
Terlepas dari naik-turunnya harga BBM,negeri ini mendambakan tampilnya
para pemimpin yang sanggup me-reframekoalisi dengan mengedepankan
tantangan-tantangan yang sejauh ini ada di bawah pemukaan. Yang
disampaikan di atas hanyalah sebagian kecil contoh yang bisa dikedepankan.

Tantangannya adalah melakukan agenda setting secara besarbesaran, dan
dengan demikian mengubah peta kontroversi. Inti dari agenda setting ini
adalah melakukan internalisasi berbagai hal yang kita biarkan sebagai
eksternalitas.Koalisiadvokasi bisa dan perlu digalang untuk memelopori
gerakan hemat energi,dan gerakan memupus kebiasaan boros energi sambil
terus menyalahnyalahkan pemerintah.

Sebagai sebuah bangsa, Indonesia perlu mengembangkan kecerdasan
kolektif,membiasakan hemat energi-publik, termasuk ketika mengatasi
masalah energi (dalam hal ini: harga BBM). Transformasi koalisi kiranya
adalah batu pijakan penting untuk meniti masa depan.●

PURWO SANTOSO
Guru Besar, Ketua Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fisipol Universitas
Gadjah Mada (UGM)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/483310/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.