Senin, 02 April 2012

[Koran-Digital] RETNO HENY PUJIATI MEMILIH TOTAL UBAH NASIB ANAK JALANAN

Ia rela melepaskan pekerjaan tetapnya sebagai guru agar bisa fokus membina dan mendidik anak-anak yang kurang beruntung agar mereka dapat hidup layak. Tuhan tidak melihat hasil, tetapi prosesnya.
Kalau satu orang bisa berhasil, nantinya akan memberikan efek bola salju.''

PENAMPILANNYA ber sahaja dengan pem bawaan yang kalem.

Di balik itu semua, Retno Heny Pujiati, 33, bisa menjadi teman berdiskusi yang menyenangkan, terutama jika topiknya menyangkut persoalan anak jalanan. Retno bisa seperti itu karena kesehariannya selalu bersentuhan dengan kehidupan anak-anak jalanan.

Pendiri sekaligus Ketua Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Seroja--sebuah lembaga yang fokus mendidik dan memberdayakan anak jalanan--itu mengaku ada semacam panggilan jiwa saat ia melihat nasib anak-anak jalanan yang selalu terpinggirkan.

Kala ditemui di kantornya di Kelurahan Petoran, Kecamatan Jebres, Surakarta, Rabu (28/3), Retno baru saja usai berkemas.
Beberapa lemari buku, meja kecil, dan alat peraga untuk belajar terlihat tergeletak di teras rumah yang juga difungsikan sebagai sekolah untuk anak jalanan itu. “Kami baru beres-beres, soalnya sebentar lagi mau pindah karena rumah ini mau dibangun. Maklum, di sini saya hanya menyewa,“ tuturnya sembari menggendong anaknya yang masih bayi.

Setelah menidurkan bayinya, perempuan berjilbab itu mengurai cerita. Retno mengaku terjun dan berkecimpung dalam kegiatan pendidikan serta pembinaan anak jalanan sejak ia masih menjadi mahasiswa di Surakarta. “Awalnya karena diajak teman-teman.“

Di kalangan teman-temannya, Retno memang sosok yang dikenal gemar berkegiatan sosial. Di kampung halamannya dia aktif melakukan beragam kegiatan kemasyarakatan, mulai dari karang taruna sampai remaja masjid.

Kegiatan itu dilakukannya di sela-sela waktu luang perkuliahan. Bersama rekanrekannya waktu itu, Retno sering menyambangi tempattempat mangkal anak jalanan, mulai dari perempatan lampu merah hingga pelosok kampung.

Pada awalnya ia hanya ingin berbagi ilmu pengetahuan, membuka wawasan, dan memotivasi anak-anak jalanan yang direkrut agar mau mengubah nasib. Tujuannya supaya anak-anak itu mau meninggalkan jalanan dan mencari sumber penghidupan yang lebih baik.
Intervensi pemerintah Jalan hidup memang tidak bisa diterka. Retno, yang semula terlibat dalam kegiatan sosial karena ajakan teman, akhirnya memutuskan untuk terjun secara total.

Ia merasakan ada dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya untuk berbuat sesuatu bagi anak-anak kurang beruntung itu. “Terus terang saya merasa terpanggil,“ ungkapnya sembari tersenyum.

Berkaca pada pengalaman dan realitas yang ditemukan selama bergaul dengan anak jalanan, Retno berpendapat solusi yang paling tepat untuk membantu memperbaiki nasib mereka ialah melalui pendidikan dan pemberdayaan.

Menurutnya, pendidikan dan pemberdayaan merupakan sumber persoalan anak jalanan yang ada dewasa ini. Selama ini banyak orang berpendapat anak memilih hidup di jalanan karena faktor ekonomi.

“Itu tidak salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar,“ imbuhnya. Karena itu, solusinya tidak bisa hanya dengan pendekatan ekonomi, tetapi juga pendidikan. Itulah sebabnya intervensi pemerintah yang hanya memberikan bantuan modal tanpa bekal pendidikan, dalam penilaian Retno, akan mubazir.

Atas dasar pertimbangan itu, Retno lalu mendirikan PPAP Seroja. Hal itu tidak lain supaya perjuangan untuk memberikan pendidikan dan pemberdayaan anak jalanan menjadi lebih terarah.

Embrio PPAP yang dirintis Retno itu telah terbentuk sejak 2001, tetapi baru pada 2003 bisa menjadi lembaga resmi.

Untuk membiayai kegiatan lembaga baru itu, Retno tidak jarang harus merogoh kocek pribadi. Kebetulan waktu itu dia sudah memiliki penghasilan sendiri dengan bekerja sebagai guru di sebuah sekolah dasar Islam terpadu.

“Saya ingat betul waktu itu, gaji sebulan habis dalam lima hari. Ya, untuk membiayai kegiatan-kegiatan itu. Tapi, kok ya saya bisa tetap makan. Ini semua karena campur tangan Tuhan,“ kenangnya.

Karena keterbatasan sarana dan biaya, kegiatan pembinaan waktu itu dilakukan seadanya. Retno bersama relawan yang ia rekrut harus terjun langsung ke titik-titik anak jalanan biasa berkumpul.
Berpanas-panas di bawah terik matahari dan keluar masuk perkampungan kumuh menjadi kegiatan kesehariannya.

Lelah, tentu saja. Berat, sudah pasti. Retno pun mengakui hal itu. Bagaimanapun mengubah perilaku dan mendorong anak jalanan untuk meninggalkan apa yang selama ini telah menjadi bagian dari kehidupan mereka bukanlah hal yang mudah. Namun, toh itu semua tidak membuat Retno putus asa. “Mungkin banyak orang yang mengatakan, `Kenapa ngurusin mereka, wong yang lain masih banyak'.
Memang betul, UNESCO saja mengakui bahwa mengubah satu saja anak jalanan sangat sulit. Tapi, motivasi saya dakwah. Tuhan tidak melihat hasil, tetapi prosesnya.
Kalau satu orang bisa berhasil, nantinya akan memberi kan efek bola salju,“ ujarnya dengan penuh keyakinan.

Retno justru bersyukur bisa memperoleh banyak pengalaman berharga dari kegiatannya itu, mulai dari yang menyenangkan hingga yang tidak mengenakkan. Yang menyenangkan yakni dia bisa berkenalan dengan banyak kalangan, termasuk tokoh preman sehingga tidak ada yang berani mengganggu kegiatannya. “Yang kurang mengenakkan, saat masuk ke kawasan lokalisasi, saya pernah ditawar,“ ujarnya diiringi tawa renyah.

Masalah anak jalanan sejatinya merupakan persoalan bersama, pemerintah, dan masyarakat. Karena itu, perlu upaya bersama secara terpadu dan berkesinambungan untuk mengatasinya.

Retno berharap masyarakat memunculkan lebih banyak lagi kegiatan pembinaan sejenis, terutama yang berorientasi penumbuhan kreativitas, dengan sasaran anak jalanan, masyarakat marginal, dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.

Kepada pemerintah, dia berharap penanganan terhadap persoalan anak jalanan dilakukan lebih serius lagi dengan mencermati akar persoalan secara lebih jeli dan mengubah sudut pandang penanganannya.

“Anak jalanan bukan untuk disingkirkan, melainkan harus dilindungi. Pemerintah, termasuk Pemerintah Kota Surakarta, belum berhasil kalau anak jalanan belum tersentuh,“ pungkasnya. (M-1)Biodata Tempat, tanggal lahir: Kediri, 27 November 1978 Alamat: Banyuanyar, RT 01 RW 09, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah Pendidikan: FISIP Universitas Negeri Sebelas Maret Pekerjaan: Pendiri dan Ketua Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran Seroja, Surakarta Suami: Lukman Ali Popalia Anak: 3 orang

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/03/ArticleHtmls/RETNO-HENY-PUJIATI-MEMILIH-TOTAL-UBAH-NASIB-ANAK-03042012014002.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.