Selasa, 10 April 2012

[Koran-Digital] SUARA MAHASISWA, Subsidi Rakyat atau Konglomerat?

SUARA MAHASISWA, Subsidi Rakyat atau Konglomerat? PDF Print
Wednesday, 11 April 2012
"Aku tak ingin mengambil sesuatu dari rakyatku. Aku justru ingin
memberikan kepada mereka" (Bung Karno). Mungkin banyak politikus Senayan
yang sangat mengimplementasikan kata-kata Bung Karno ini dalam kegiatan
sehari-harinya.


Mereka bahkan terlalu mendalami kata per kata dari kalimat tersebut
sehingga mereka terlalu bersemangat memberikan "sesuatu" sebanyak
mungkin kepada rakyatnya tanpa pandang bulu. Dalam konteks pembatalan
rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kemarin, bukankah
konglomerat juga merupakan bagian dari rakyat? Tapi, apakah elok jika
rakyat yang konglomerat lebih disantuni daripada si miskin yang melarat?

Atau jangan-jangan di negeri ini kaum miskin yang melarat tidak dianggap
lagi sebagai rakyat? Hampir semua politikus dengan partai politiknya
mengatakan mereka akan memperjuangkan nasib rakyat,membela kepentingan
rakyat, dan menyuarakan suara rakyat.Namun, rakyat mana yang akan mereka
bela atau perjuangkan kepentingannya?

Padahal di negeri yang konon kekayaannya melimpah ini, kata rakyat
sangat dekat dengan kemiskinan,pengangguran,dan sebagainya. Fakta APBN
2005 sampai 2011 menunjukkan lebih dari 70% subsidi dialokasikan pada
sektor energi (BBM dan listrik), sementara sisanya dialokasikan untuk
sektor nonenergi seperti pangan, pupuk, benih, dan sebagainya. Lalu
siapakah yang lebih mereka santuni atau perjuangkan?

Tak perlu repot mencari fakta,lihat saja pertambahan jumlah mobil maupun
motor pribadi yang kebanyakan dimiliki oleh mereka yang mampu,mereka
mendapat "santunan"BBM.Lalu bandingkan konsumsi listrik di perhotelan,
mal, pusat perbelanjaan, perumahan mewah, dengan mereka yang telantar,
perumahan kumuh, atau rakyat miskin lainnya, siapa yang lebih disantuni?

Bukankah penggunaan BBM dan listrik lebih banyak digunakan oleh mereka
yang mampu? Merujuk pada data APBN 2011,hanya 8,26% subsidi dialokasikan
untuk sektor pangan, yang notabene jelas-jelas dibutuhkan oleh
rakyat.Yang lebih miris, hanya 0,65% subsidi dialokasikan untuk
benih,padahal benih ini yang digunakan oleh petani untuk menghidupi
keluarga mereka dan menambah produksi beras nasional.

Inilah mengapa negara agraris yang luas dan subur ini masih saja
mengimpor beras dari luar. Kalau memang para politikus itu berniat untuk
membela rakyat, seharusnya subsidi lebih dialokasikan pada sektor
nonenergi yang benar-benar dikonsumsi oleh mereka yang membutuhkan.

Sedangkan subsidi BBM dan Listrik harus lebih diperketat pemberiannya
agar subsidi yang awalnya dipersiapkan untuk menyantuni rakyat miskin
yang masih melarat tidak jatuh ke tangan konglomerat.MUKHYAR Mahasiswa
Fakultas Ekonomi UI

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/485404/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.