Senin, 02 April 2012

[Koran-Digital] Yudhistira ANM: Setop Provokasi dan Kebrutalan!

Yudhistira ANM Massardi Sastrawan; pengelola sekolah gratis untuk kaum duafa TK-SD Batutis Al-Ilmi Bekasi

PROVOKASI ialah rangsangan fisik dan nonfisik yang menim bulkan kemarahan.
Kebrutalan ialah tindakan kekerasan yang sewenangwenang dan telengas.

Tentang itu, dalam pesan Blackberry-nya, seorang mahasiswa Universitas YAI di Salemba, Jakarta Pusat--yang jalan depan kampusnya menjadi salah satu tempat aksi demonstrasi antipenaikan harga BBM pada 29 Maret 2012--membuat deskripsi yang pas, “Tolong catat baik-baik ya, kami mahasiswa YAI enggak memulai rusuh, kami hanya bereaksi atas serangan yang membabi buta ke arah kampus kami. Apakah kami salah bila kami enggak mau ikutikutan demo? Kami tentu saja enggak setuju (harga) BBM naik, tapi kami juga enggak suka berbuat anarkistis. Pada saat kejadian, posisi kami terpojok di dalam kampus berusaha mengamankan pintu gerbang sambil menyelamatkan kendaraan-kendaraan kami....“

Artinya, ketika itu, para mahasiswa YAI tidak terlibat dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di depan kampusnya. Namun, mereka ke mudian mengalami provokasi tersebut dan menjadi korban dari kebrutalan, sebagaimana dilukiskan kemudian, “Tapi yang ada kami malah diserang tembakan peluru karet, gas air mata, dan bom molotov secara membabi buta. Dan yang paling kami sesalkan, polisi yang seharusnya mengamankan justru jadi pihak yang menyerang. Kalian enggak tahu betapa kalutnya kami di dalam kampus. Kalian juga enggak tahu bahwa di dalam kami tidak bisa berbuat banyak memberikan pertolongan pertama kepada teman-teman kami yang terluka akibat peluru karet dan penyakitnya kambuh karena shocked dan terhirup gas air mata dengan obat-obatan seadanya, kami menghubungi ambulans, tapi enggak ada yang bersedia datang. Lalu kalau temanteman kami itu tidak dapat tertolong, apa kalian semua bisa mengganti nyawa orangorang itu?“ Saling tumpas Dalam dua pekan terakhir sejak demo antipenaikan harga BBM marak di berbagai tempat, melalui media massa, khususnya televisi, kita menyaksikan betapa para anggota kepolisian bertindak brutal dalam menghadapi para demonstran: memukuli, m menendang, menginjak-injak, d dan menembak kan gas air mata serta meletupkan senjata api.

Di pihak lain, kita juga melihat para demonstran melakukan aksi pelemparan batu, pembakaran ban, dan bahkan membakar mobil serta merusak pos polisi.

Kedua pihak telah ter hak telah termakan oleh provokasi yang, terutama, terpicu oleh posisi ber hadapan, seakanakan mereka musuh bebuyutan yang harus saling tumpas. Status bahwa para demonstran adalah wakil yang coba menyuarakan aspiras rakyat dan polisi ada lah penjaga ketertiban dan pe ngayom masyarakat menguap di tempat kejadian.
Ketika b e n trokan meletus, tampak bahwa aksi kekerasan itulah yang seakan-akan mereka tunggu-tunggu, atau menjadi tujuan dari kehadiran mereka di tempat tersebut.

Kita juga melihat bahwa satuan polisi, yang didukung pasukan tentara--yang justru meningkatkan daya provokasi terhadap para demonstran-bukannya mengambil posisi berjajar melindungi sarana umum, melain kan berbaris rapat dengan perisai menghadang jalan para demonstran secara frontal.
Alhasil, begitu kedua pihak kehilangan jarak, kekerasan yang di awali dengan aksi dorong-tahan pun berubah menjadi ke brutalan yang me nimbulkan banyak kor ban luka.

Polisi tidak mengambil langkah per suasif, tetapi represi. Dengan demikian, keberingas an pun dilakukan, tidak hanya terhadap para emonstran, tetapi juga terhadap para wartawan d a n kamerawan yang merekam aksi bru tal mereka. Karena takut gambar disiarkan, mereka tidak ha meminta hasil rekam nya meminta hasil rekam an, tetapi juga memukuli para jurnalis--menyempurnakan kebrutalan para petugas keamanan. Hal itu seperti di negara-negara totaliter yang ketinggalan zaman.
Provokasi dan kebrutalan sesungguhnya Sejauh ini, kerusakan yang ditimbulkan para demonstran di berbagai tempat, jika dikalkulasikan dengan uang, nilainya sesungguhnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan harta negara yang dijarah para koruptor di bawah rezim pemerintahan SBY. Apalagi, sebagian besar pelaku kejahatan luar biasa itu masih bergentayangan dan dibiarkan terus menimbulkan kerusakan moral dan mental di seluruh tubuh bangsa.

Sesungguhnya, jika para penegak hukum hendak menumpas gerombolan penghancur sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, para koruptor itulah yang pertama kali harus ditumpas sebengisbengisnya, bukan para mahasiswa/demonstran.

Para pengunjuk rasa itu turun ke jalan bukan sematamata karena terprovokasi oleh niat pemerintah hendak menaikkan harga BBM, melainkan jauh lebih terprovokasi oleh para koruptor yang selama ini bisa tenang bersemayam di bawah mahligai kekuasaan. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tak bersungguh-sungguh memberantas korupsi itulah provokasi dan kebrutalan sesungguhnya, yang tidak hanya memakan ko r b a n p a ra m a h a s i s w a , tetapi juga mayoritas rakyat Indonesia.

Jika para koruptor itu ditumpas dengan keras dan seluruh harta mereka disita untuk negara, serta pajak-pajak dipungut dan dikumpulkan secara benar, bukan hanya harga BBM tidak perlu dinaikkan, melainkan fasilitas pendidikan dan kesehatan pun bisa digratiskan untuk seluruh anak bangsa! Maka, tekad pemerintah untuk menaikkan harga BBM itu merupakan bagian dari kejahatan luar biasa terhadap bangsa yang mayoritas menderita. Apalagi, rencana itu secara tidak bermoral dipasarkan dengan kemasan kalimat `demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia'.

Tumpas korupsi dengan asas pembuktian terbalik, itulah yang boleh dikatakan `demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia'. Jika dilakukan, itu bisa menjadi tontonan dan tuntunan politik moral yang baik untuk seluruh warga bangsa. Jadi, setop provokasi dan kebrutal an sekarang juga!

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/04/03/ArticleHtmls/Setop-Provokasi-dan-Kebrutalan-03042012020003.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.