Kamis, 29 Maret 2012

[Koran-Digital] EDITORIAL Demonstrasi Damai

Tidak sepantasnya polisi ataupun pengunjuk rasa mengubahnya menjadi arena pamer kekerasan.''

DEMONSTRASI menolak penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terus terjadi, semakin masif, dan diperkirakan berpuncak pada hari ini bertepatan dengan Rapat Paripurna DPR.

Tidak seorang pun di Republik ini berhak melarang demonstrasi, tetapi setiap orang berhak menuntut demonstrasi yang damai. Tuntutan itu semakin pas jika menilik kejadian belakangan ini, yaitu unjuk rasa antipenaikan harga BBM menjelma menjadi pentas kekerasan.

Di banyak tempat, terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dan demonstran. Polisi yang semestinya mengamankan unjuk rasa lagi-lagi justru larut dalam tindak kekerasan.

Amat wajar jika polisi kembali disorot miring. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bahkan menuding korps Bhayangkara itu telah melanggar HAM.

Kita mengkritik keras cara polisi yang masih amatiran dalam mengamankan demo. Namun, kita juga wajib menggugat cara buruk pengunjuk rasa dalam berdemo.

Demonstrasi untuk menyua rakan aspirasi rakyat ialah mulia, tetapi sebagian demonstran justru menebar noda dan perilaku tercela.

Di Makassar, misalnya, mereka membakar pos polisi dan menjarah toko serbaada. Di Ternate, demonstran menduduki landasan pacu Bandara Babullah dan di Medan demonstran berusaha menguasai Bandara Polonia.

Sejumlah SPBU pun dipaksa tutup. Jalan-jalan diblokade sehingga menimbulkan kemacetan teramat panjang. Ada de monstran yang bahkan membekali diri dengan bom molotov dan meriam mercon seakan hendak perang.

Kita ingatkan agar demonstran tetap fokus mengusung tema sentral, yakni memprotes penaikan harga BBM, bukan yang lain. Karena itu, ada pertanyaan yang menggugah: mengapa demonstran menduduki bandara? Mengapa menduduki landasan pacu sehingga pesawat urung mendarat?
Bukankah itu bisa mencelakakan penerbangan? Mengapa pula menjarah toko serbaada? Apa hubungannya dengan tema demonstrasi, yakni menentang penaikan harga BBM?
Berunjuk rasa membela rakyat dengan mengganggu kepentingan rakyat jelas tidak bermartabat. Demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi rakyat berubah menjadi menebarkan ketakutan kepada rakyat.

Demonstrasi yang berhasil ialah unjuk rasa yang menarik simpati publik, bukan yang mendatangkan cercaan dan serapah. Karena itu, demonstran harus menggunakan caracara yang bisa meraih simpati publik.

Yakinlah tidak ada satu pun warga mencintai cara-cara kekerasan. Orang hanya mau bergabung bersama demonstran jika cara-cara yang digunakan ialah cara-cara yang santun.

Melalui forum ini berkali-kali kita mengingatkan polisi agar profesional dalam menangani demonstrasi. Berkalikali pula kita mengingatkan demonstran agar berlaku arif dan simpatik.

Demonstrasi, termasuk untuk menolak penaikan harga BBM bersubsidi, ialah pemanis demokrasi. Karena itu, tidak sepantasnya polisi ataupun pengunjuk rasa mengubahnya menjadi arena pamer kekerasan.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/30/ArticleHtmls/EDITORIAL-Demonstrasi-Damai-30032012001009.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.