Kamis, 29 Maret 2012

[Koran-Digital] TAJUK,Fatsun Politik BBM

TAJUK,Fatsun Politik BBM PDF Print
Friday, 30 March 2012
Di manakah fatsun politik ditempatkan? Pertanyaan ini mencuat bersamaan
dengan kisruh dan pro-kontra kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM).Sebab di balik tarik-menarik yang terwujud dalam beragam
manuver,muncul sejumlah keanehan yang sulit diterima akal sehat.

Secara hitam putih, memang, tidak bisa disalahkan. Tapi apakah pantas
dilakukan,itulah yang patut dipersoalkan. Ada beberapa kepala daerah
turun ke jalan bersama mahasiswa dan sejumlah komponen antikenaikan
harga BBM. Mereka bukan sekadar memberikan respons normatif atas
tuntutan yang disampaikan agar demonstran puas, tapi menempati garda
terdepan memimpin aksi dan mengobarkan semangat perlawanan terhadap
rencana kebijakan pemerintah.

Tak kalah heroik, seorang politikus perempuan beberapa hari belakangan
berkoar-koar akan ada massa buruh puluhan ribu menggereduk Senayan untuk
menggagalkan kenaikan harga BBM pada sidang paripurna DPR yang digelar
Jumat ini.Kalau ternyata demonstrasi justru malah memicu kerusuhan dan
merugikan pihak lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan kebijakan
kenaikan harga BBM, apakah yang bersangkutan mau bertanggung jawab?

Di sisi lain, keanehan juga muncul dari partai politik dalam koalisi
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.Walaupun posisinya jelas-jelas
sebagai partai pemerintah dengan empat menterinya di kabinet, partai
tersebut memilih berseberangan dengan sikap pemerintah dengan alasan
harus membela kaum cilik yang memilihnya. Apakah rencana pemerintah
menaikkan harga BBM sangat "keji" sehingga serta-merta salah dan harus
ditolak?

Mempertanyakan mana yang benar,harga BBM naik atau tidak,adalah masalah
sudut pandang. Pihak yang mati-matian menolak menganggap kenaikan harga
BBM akan semakin menyengsarakan rakyat karena akan mendorong kenaikan
inflasi. Adapun pemerintah dipastikan menggunakan logika subsidi BBM
harus dikurangi karena harga BBM di pasar dunia terus naik, di sisi lain
beban subsidi yang semakin tinggi justru dinikmati minoritas masyarakat
yang mempunyai kendaraan pribadi.

Subsidi BBM sebesar Rp178 triliun lebih baik dimanfaatkan untuk
meningkatkan dana pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur,dan
keperluan lainnya. Tentu semua masalah yang muncul harus
diselesaikan.Namun sikap yang dibutuhkan harus benar-benar berorientasi
pada solusi bagaimana jika harga BBM tidak naik atau sebaliknya jika
harus naik, dengan muara untuk kepentingan masyarakat dan bangsa
ini.Masalahnya tindakan yang dimunculkan berangkat dari sikap asal
menolak dan bahkan kental dengan politisasi.

Siapa tahu seorang kepala daerah turun ke jalan bukan sekadar untuk
menolak BBM, tapi memanfaatkan momentum tersebut untuk membangun
pencitraan demi agenda politik pribadinya seperti kembali maju pda
pemilihan kepala daerah (pilkada)? Apakah niat politisi DPR memanaskan
suhu politik menjelang kenaikan harga BBM murni untuk kepentingan
rakyat,sementara pimpinan partainya saat masih berkuasa juga ngotot
menaikkan harga BBM dengan alasan menyelamatkan perekonomian bangsa?

Mengapa pula yang bersangkutan tidak memanfaatkan posisi sebagai wakil
rakyat,tapi memilih memanfaatkan parlemen jalanan? Begitu pun partai
anggota koalisi, mengapa tidak memilih mendukung rencana pemerintah,
membantu mencari solusi terbaik dari keputusan yang diambil dan
bersama-sama menghadapi risiko kebijakan tersebut, tetapi justru
mengambil sikap berseberangan? Apakah takut tidak populis sehingga
dukungan suaranya akan terus melorot? Tidak ada yang bisa menyalahkan
sikap mereka. Tapi rasanya mereka tidak menempatkan fatsun politik pada
posisi semestinya

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/481758/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.