Kamis, 29 Maret 2012

[Koran-Digital] SUARA MAHASISWA,Keberanian Presiden

SUARA MAHASISWA,Keberanian Presiden PDF Print
Friday, 30 March 2012
Seminggu sebelum rencana demonstrasi besar, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) sudah terlihat tak nyaman duduk di kursi kediamannya di
Cikeas.

Sambil mendengarkan Anas Urbaningrum memberikan sambutan, terlihat
Presiden SBY sering menyeka keringatnya, tampak dari raut wajahnya
menyimpan kekhawatiran. Pada gilirannya Presiden SBY berpidato,
keluarlah apa yang menjadi misteri kekhawatiran itu bahwa menurutnya ada
pihak yang menghendaki dirinya tidak menyelesaikan masa jabatan. Bagi
seorang presiden, ancaman, upaya penurunan, pertentangan harusnya
disikapi biasa saja karena sudah merupakan konsekuensi kekuasaan.

Ketakutan-ketakutan seperti itu sering kita dengar dari pidato Presiden
SBY yang merasa terancam secara pribadi maupun sebagai kepala
negara,adapun kali ini yang ditakutinya adalah upaya rakyat
berdemonstrasi menentang kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang
sesungguhnya tak perlu ditakuti.

Ketakutan ini nyata pada Selasa (27/3). Sebanyak 3.500 demonstran
menyatakan pendapatnya di beberapa objek vital seperti Istana Negara,
Gedung DPR, dan sebagian di Cikini dengan dikawal 22.000 personel Polri,
belum lagi ditambah personel TNI yang siap siaga. Padahal demonstran
hanya ingin menyampaikan pendapatnya bahwa mereka tidak setuju dengan
kenaikan harga BBM dan ingin "curhat" kepada pemimpinnya.

Selama menjadi presiden, tak pernah sekali pun SBY berani menemui
demonstran. Dahulu ketika Presiden SBY berpasangan dengan Jusuf Kalla
(JK), JK-lah yang berani menyatakan "demolah saya atas kebijakan ini".
Bahkan ketika buruh mengepung Istana, JK juga keluar menemui mereka
sembari memberikan orasi. Pada hakikatnya mereka datang berdemo untuk
"curhat"kepada pemimpinnya.

Rezim Presiden SBY takut berlebihan kepada massa.Padahal secara
psikologis, massa yang ditemuinya tidak mungkin akan mencelakakannya,
bahkan mereka akan merasa dihargai. Masyarakat kita tidak boleh
dilecehkan dengan stereotipestereotipe negatif dalam berdemokrasi yang
dialamatkan oleh pemerintah. Menolak kenaikan harga BBM tidak sama
dengan menurunkan rezim.

Kita sudah mafhum bahwa selama pemerintahan berjalan, Presiden SBY
memosisikan diri jauh di dalam Istana, berdiri di menara gading dan tak
membumi. Komunikasi yang dilakukan Presiden SBY kepada rakyat nyaris
hanya melalui pidato satu arahnya yang datar, normatif, bersayap, dan
tak substantif.Wajarlah kalau secara psikologis rakyat merasa tidak
dekat dengan pemimpinnya, merasa bahwa secara simbol ia pemimpin, tetapi
secara nyata tak hadir di tengah-tengah masyarakat.

NAJIB YUSUF
Aktivis Himpunan Mahasiswa
Islam Cabang Jakarta Raya

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/481756/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.