Rabu, 28 Maret 2012

[Koran-Digital] Andreas Ambesa: The Presidential Look Sebuah Fenomena

The Presidential Look Sebuah Fenomena
Andreas Ambesa Anggota Task Force Komunikasi Politik Partai NasDem

SETELAH amendemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan
wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), disepakati untuk dilakukan secara langsung oleh rakyat.

Pilpres 2004 yang merupakan pelaksanaan amendemen UUD 1945 tersebut
merupakan pesta demokrasi pertama di Indonesia dalam ajang pemilihan
langsung presiden dan wakil presiden.

Pilpres 2004 memilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)Jusuf Kalla sebagai
presiden dan wakil presiden pertama RI yang dipilih langsung oleh
rakyat. SBY terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan kedua
pada Pilpres 2009 berpasangan dengan Wapres Boediono dan akan berakhir
pada 2014 mendatang.

Terpilihnya SBY sebagai presiden RI untuk masa jabatan kedua menurut
pengamat politik, riset, dan rakyat yang memilihnya secara langsung
karena dia memiliki presidential look jika dibandingkan dengan calon
presiden (capres) lainnya.

Faktor-faktor presidential

look yang dimiliki SBY ialah: tinggi, cakap, pintar, tenang, dan sopan.
Namun pada akhirnya, sebagian besar pemilihnya sekarang kecewa karena
kepemimpinan dia ternyata jauh dari harapan. SBY lebih mementingkan
pencitraan diri, keluarga, dan kelompoknya daripada bertindak layaknya
seorang presiden yang tegas dan memperjuangkan hak-hak rakyat.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Jenderal
Purnawirawan Wiranto pada Pilpres 2009, walaupun tingkat kecerdasan,
kewibawaan, dan pemikirannya melebihi capres lainnya, gagal menjadi
presiden ketujuh RI karena dia bertubuh kecil, berkumis, dan tidak
presidential look.

Presidential look ialah seorang yang memiliki sosok presiden yang ideal
baik capres pria maupun capres perempuan. Para pengamat politik
berpendapat sebagian besar voter (pemilih) adalah perempuan, bukan
laki-laki. Pemilih perempuan lebih menyukai capres laki-laki yang tampan.

Sebaliknya, pemilih laki-laki melihat kecantikan seorang kandidat
perempuan lebih tepat untuk bidang lainnya.

Menjadi presiden bukanlah pilihan mereka.

Pakar psikologi politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk
membenarkan asumsi tersebut. Dia menyebutkan kisaran di atas 50% pemilih
p e r e m p u a n pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009 memilih SBY. Angka
itu masih melihat capres dari sisi presidential l o o k . U n t u k a n
g k a ra s i o nal, dia menilai sekitar 30%, tapi perlu survei yang
lebih pasti pada saat ini.

Data Komisi P e m i l i h a n Umum (KPU) pada Pilpres 2004 dan 2009
menunjukkan p e n i n g k a t a n j u m l a h p e m i lih. Pada 2004
pemilih yang terdaftar sebanyak sekitar 145 juta jiwa, meningkat

sia (UI) Hamdi Muluk membenarkan asumsi tersebut. Dia menyebutkan
kisaran di atas 50% pemilih perempuan pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009
memilih SBY. Angka itu masih melihat capres dari sisi presidential look.
Untuk a n g k a ra s i o nal, dia menilai sekitar 30%, tapi perlu survei
yang lebih pasti pada saat ini.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilpres 2004 dan 2009 menunjukkan
peningkatan jumlah pemilih. Pada 2004 pemilih yang terdaftar seba nyak
sekitar 145 juta jiwa, meningkat menjadi sekitar 176 juta lebih pemilih.
Sekitar 51% adalah pemilih perempuan.

Lalu, siapakah calon presiden RI pada Pilpres 2014? Menurut Direktur

Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Saiful Mujani, hasil survei LSI
soal calon presiden ideal pada Pilpres 2014 masih memunculkan namanama
politisi tua yang sudah berkiprah sejak era reformasi bergulir.

Hasil survei LSI yang dipublikasikan Februari lalu di Jakarta menemukan
beberapa dari 10 nama calon presiden paling populer. Mereka antara lain
Megawati Soekarnoputri dipilih 22,2% responden, Prabowo Subianto
(16,8%), Aburizal Bakrie (10,9%), dan Wiranto (10,6%). Doktor ilmu
politik tersebut mengakui, selama lima tahun terakhir, masih sulit
menemukan calon presiden yang ideal sesuai dengan harapan masyarakat.

Kultur politik di Indonesia, menurut dia, pemimpin yang menghadapi suatu
persoalan tetap menduduki jabatannya hingga selesai.

Mujani juga menyatakan kekecewaannya karena sampai saat ini belum muncul
nama-nama politisi muda sebagai calon p r e s i d e n alternatif.

Jika politisi muda tidak berbuat ses u a t u d a n popularitas mereka
tidak naik h i n g g a a k h i r 2 0 1 2 , Mujani memperkirakan politisi
tua yang t e t a p l e b i h popu

tisi muda se bagai calon presiden alternatif.
Jika politisi muda tidak berbuat sesuatu dan popularitas mereka ti dak
naik hingga akhir 2012, Mujani memper kirakan poitisi tua yang tetap
lebih popu ler hingga 2014.

Bagi kaum muda Indonesia, mereka mempunyai kriteria sendiri tentang
capres mendatang yang cocok dengan presidential look. Menurut mereka,
presidential look memiliki bobot minimal sebagai berikut: karisma,
keberanian, kemampuan memengaruhi orang lain, mampu membuat strategi,
moral yang tinggi, mampu menjadi mediator, mampu menjadi motivator, dan
memiliki rasa humor.

Pada Pemilu 2014 yang tidak lama lagi, sulit bagi kita untuk mencari
pemimpin muda yang presidential look di luar hasil survei LSI Februari
lalu. Akankah wajah-wajah baru dan wajah-wajah muda muncul dalam dua
tahun ini? Jawabannya, mungkin masing-masing parpol sebaiknya sejak saat
ini sudah melakukan kaderisasi pemimpin untuk jangka 10 tahun ke depan
sehingga kita tidak krisis kepemimpinan.

Krisis kepemimpinan hampir terjadi di Amerika Serikat ketika Ronald
Reagan, presiden ke-40 AS (1981-1989), digantikan George HW Bush (Bush
Senior) karena masa jabatan keduanya berakhir.

Rakyat AS menghendaki Reagan terpilih kembali untuk ketiga kalinya
karena menganggap Reagan sosok presidential look yang mereka idamkan. Ia
ganteng, berani, tegas, visioner, inovatif, humoris, penuh program ke
depan, punya sikap kepemimpinan mumpuni, sekaligus mampu bersikap
pragmatis dalam menanggapi keinginan mayoritas publik.

Dengan kata lain, rakyat AS menginginkan presiden yang mampu memimpin
sekaligus mendengarkan.

Indonesia hampir memiliki sosok presidential look idaman ketika Try
Sutrisno terpilih sebagai wapres keenam RI (19931998). Pasar menghendaki
dia sebagai the next president yang menggantikan Presiden Soeharto. Try
Sutrisno menurut pasar memiliki wajah tampan, bersih seperti Elvis
Presley, negarawan yang jujur, bersahaja, loyal, berdedikasi tinggi, dan
berpendirian teguh.

Sebagian besar penggemarnya adalah ibu-ibu dan perempuan dewasa.

Tidak mengherankan jika kemunculan Pak Try di publik dan siaran televisi
selalu dinanti-nantikan mereka. Namun, Pak Harto ternyata lebih memilih
BJ Habibie sebagai wakil presiden berikutnya yang kemudian menggantikan
dia sebagai presiden ketika mengundurkan diri 21 Mei 1998.

Thomas E Cronin dan Michael A Genovese dalam The Paradoxes of the
American Presidency (1998) mengatakan setidaknya diperlukan presidential
look yang punya bakat lahir dalam improvisasi.

Hal itu terutama untuk menghadapi berbagai hal yang bersifat
kontradiktif. Namun diingatkan, semakin seorang presiden coba
menyenangkan setiap orang dan hanya memberikan respons karena desakan
sesaat, ia justru akan tersingkir.

Siapa presiden RI berikutnya yang akan menggantikan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono? Apakah dia seorang presidential look? Kita tunggu.

And believe it or not, people still aim for presidential look.
Presidential look adalah sebuah fenomena.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/29/ArticleHtmls/The-Presidential-Look-Sebuah-Fenomena-29032012022004.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.